Indonesia punya Malang. Malang punya Gunung Semeru..

Pemandangan Danau Ranukumbolo dilihat dari atas Tanjakan Cinta.

Indonesia punya Garut. Garut punya Gunung Papandayan..

Papandayan itu kaya. Ada hutan mati. Ada Tegal Alun, kebunnya bunga Edelweis.

Indonesia punya Jogjakarta. Jogjakarta punya Goa Pindul

Di ujung Goa Pindul, sambil cavetubbing kita akan bertemu kubah terang Goa..

Indonesia punya Lombok. Lombok punya Tanjung Aan..

Naik ke bukit di Tanjung Aan dan lihatlah sekeliling dari atas sana.

Rabu, 21 Desember 2011

Semi Novel : BAB I -> Kebosanan ini bisa membunuhku..

BAB I

Datar.. Kayanya aku ngejalanin hidup ini tuh sedatar televisi flat plasma deh dan itu juga versi 80an yang masih hitam-putih. Aku lelaki berumur enam belas tahun, dua hari lagi akan merayakan ulang tahun yang ke tujuh belas, tapi selama perjalanan hidupku aku ngga merasakan ada yang istimewa. Semuanya biasa. Bahkan terlampau biasa. Sangat biasa!

Dengan gontai Rayza melangkahkan kaki menuju halte dan menunggu angkot yang biasa dinaikinya untuk sampai ke rumah. Sesekali, ia melirik gerombolan cewek SMA yang cekikikan ngga jelas melihatnya. Padahal, ia sendiri merasa dia bukan tipe cowok yang gampang menarik perhatian cewek, tapi dia juga yakin, dia bukan tipe cowok yang aneh dan masuk dalam daftar cowok freak yang patut ditertawakan dimanapun ia berada.

Seenggaknya ia punya tinggi yang sedang-sedang aja. Nggak 180 cm tapi juga ngga 160 cm.. Di tengah tengah lah.. Dia juga punya tampang yang ngga jelek-jelek banget, walau juga ngga cakep-cakep banget. Setidaknya ia punya salah satu bagian dari wajahnya yang bisa ia banggakan. Apalagi bagian itu termasuk bagian penting yang biasa dicari oleh cewek-cewek. Mata yang besar, berwarna cokelat, tatapan teduh tapi dalam yang bisa bikin orang harus menatapnya minimal lima detik sebelum dapat memalingkan wajah. Mata yang banyak diinginkan orang kan?

Mungkin itu satu-satunya yang ia banggakan. Selebihnya, semuanya ngga ada yang lebih dari rata-rata. Sedang-sedang saja.

Begitu melihat angkotnya datang, ia segera menyetopnya walau mikrolet itu sudah penuh. Bahkan ada satu orang yang bergantung di pintu. Dengan cekatan, ia bergabung dengan orang itu. Ia tidak lagi melirik ke gerombolan cewek yang masih cekikikan seiring kepergiannya.

Besok adalah hari terakhir ujian semesteran. Maka itu, begitu sampai di rumah, ia langsung masuk ke dalam kamar dan beristirahat agar tubuhnya fit untuk menghafal materi pelajaran sejarah yang akan diujikan besok.

Setelah membaca buku selama kurang lebih satu jam, biasanya Rayza bergabung bersama adik-adik dan kedua orang tuanya menonton acara televisi di ruang keluarga. Memang hanya itulah rutinitas yang ia jalankan tiap harinya. Belajar, berkumpul bersama keluarga, dan sesekali jalan bareng teman. Baginya semua itu sudah tercetak di tabel perjalanan hidupnya, jadi ngga bisa dibongkar lagi.

Dia juga tidak seperti cowok-cowok remaja lainnya yang ketika pulang sekolah bisa nongkrong-nongkrong bersama teman-temannya, main musik atau sekedar menggoda cewek-cewek yang bersliweran di depan gerbang sekolah. On time, setiap pulang sekolah ia langsung pulang ke rumah, kecuali keadaan yang benar-benar terdesak.

Ayahnya selalu mengajarkan ia dan saudara-saudaranya untuk disiplin dalam melakukan sesuatu. Ayahnya juga ingin agar Rayza dapat melebihi dirinya kelak atau minimal sama-sama mendapat gelar S1. Walau ayahnya cuma PNS, namun semangat kerjanya tinggi. Ayahnya ingin Rayza sebagai anak tertua memiliki masa depan yang lebih baik dari sekedar PNS yang akan menghabiskan masa tuanya dengan hanya menerima uang pensiunan PNS yang seringnya “lupa” dibayarkan.

Maka itu, Rayza kebanyakan menghabiskan waktu di depan meja belajar, berkutat dengan buku. Walau ia tidak juga bisa disebut kutu buku, karena sebenarnya ia lebih suka mendengarkan musik dibanding membaca buku. Baginya, buku hanyalah kewajibannya sebagai pelajar dan konsekuensi untuk mengabulkan mimpi ayahnya. Tak lebih dari itu.

Jadi, saat itu tiba.. Saat Rayza merasa hidupnya sangat membosankan, terlalu biasa, tidak berwarna, terlalu datar, dan itu-itu saja.

Hampir saja ia melempar tasnya diatas tumpukan buku di atas meja belajar, sepulang sekolah di hari terakhir ujian semesterannya. Juga, satu hari sebelum hari jadinya ketika ia diharuskan memiliki KTP.

Ia menatap berkeliling kamarnya yang cukup rapi. Ahh.. Seandainya aku punya sense of art yang tinggi, aku pasti bisa merubahnya menjadi kamar cowok yang sekeren yang dimiliki pemain utama cowok di sinetron-sinetron di televisi.. Cuma sayang, bukan hanya ia tidak memiliki sense of art yang tinggi, ia juga tidak punya keluarga yang siap menerimanya jika ia berubah menjadi Affandi junior atau bahkan Van Gogh nya Indonesia.

Kebosanan itu tiba-tiba merayap begitu saja di perasaannya. Melakukan hal yang sama tiap hari telah membuatnya kebal terhadap kebosanan, tapi tidak untuk saat ini. Hal selanjutnya yang ia lakukan adalah – dan ini untuk yang pertama dalam hidupnya – tidak menyentuh buku sama sekali setelah pulang sekolah yang membosankan itu.

O O O O O

Banyak orang mengatakan, setiap anak yang sudah berumur tujuh belas tahun bebas memilih jalan kehidupannya sendiri, karena pada masa itu seseorang sudah dianggap dewasa.

Rayza malah tidak yakin dengan pernyataan itu. Apakah ia bisa menentukan apa yang ingin dilakukannya di umurnya yang tujuh belas tanpa perlu persetujuan ayahnya? Tapi masalahnya, ia sendiri tidak tau apa yang diinginkannya dalam hidupnya. Satu yang pasti, ia ngga ingin menjalani hidup yang biasa lagi. Tapi, ia bisa berbuat apa?

Setelah subuh, Rayza keluar dari kamarnya pelan-pelan dan berjingkat menuju pintu keluar agar tidak membangunkan salah satu anggota keluarganya. Begitu menghirup udara segar di fajar hari, ia menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya pelan-pelan. Ia berbisik pada diri sendiri, “Happy birthday, Rayza.. Happy sweet seventeen.. atau.. Bad seventeen?”

Pelan-pelan ia melangkah menjauhi rumahnya dan menelusuri jalanan yang masih sangat lengang. Sesekali yang terdengar hanya suara jangkrik, burung, atau tokek. Ada lagi, suara kasak-kusuk tikus di bawah selokan.

Damai sekali berjalan-jalan di pagi hari. Tidak ada suara riuh kendaraan, suara teriakan kondektur, ataupun suara cempreng ibu-ibu yang sedang bergosip sambil memilih sayuran. Damai!

Kembali ke topik tujuh belas tahun tadi, andai semua anak dapat memilih jalan hidupnya sendiri. Itu yang selalu diimpikan Rayza. Maka, ia menunggu saat ini tiba, saat dimana semua orang yang mengenalnya tau, ia bukan anak kecil lagi.

Tapi ia agak kecewa. Rasanya sama saja. Antara Rayza yang berumur tujuh belas tahun dengan Rayza di umur-umur sebelumnya. Apa yang membedakannya? Ia tetaplah menjadi seorang anak, tumpuan harapan dari mimpi seorang ayah dan tumpuan harapan seluruh keluarganya.

Rayza melihat seorang lelaki berumur kira-kira 20 sampai 25 tahun. Ia sendiri tidak pandai menebak umur seseorang. Lelaki itu terlihat gembira, cerah, puas, senang. Yang jelas, raut kebahagiaan yang terpatri di wajahnya, dapat terbaca jelas oleh Rayza. Setidaknya berbanding terbalik dengan yang dirasakannya saat ini.

Ah.. Andai aku dapat memilih hidupku sendiri. Bisakah aku menjadi lelaki itu? Hidupnya pastilah sangat penuh warna hingga ia bisa menikmati panorama fajar sambil memancarkan kebahagiaan di wajahnya. Kapan aku bisa merasakannya?

Rayza terus bergumam seraya memperhatikan lelaki itu lebih seksama. Baru saja hendak berbalik, tiba-tiba ia merasakan tanah tempatnya berpijak itu bergetar. Lampu-lampu jalanan seperti konslet dan berkedip-kedip. Getarannya makin kuat. Tiba-tiba ada pancaran cahaya sangat terang yang menyilaukan. Rayza berusaha menutupi kedua matanya dan juga menahan tubuhnya agar tak goyah. Lalu tiba-tiba saja sesuatu yang menyengat menghantam dirinya.

Hal selanjutnya yang terjadi adalah.. Ia menoleh dan melihat seorang remaja laki-laki sedang berdiri tak jauh darinya. Asyik menatapnya.

O O O O O

(Bersambung ke BAB II)

Sabtu, 17 Desember 2011

Cerbung: Kakakku, Kesendirianku.. (3-end)

“Sum-sum tulang belakangku cocok untuk kakak kata dokter, bu. Secepatnya kita harus melakukannya. Ini cara paling mungkin yang bisa kita usahakan sekarang..” Ujarku pada ibu yang sedang duduk disebelah tempat tidur kakak yang masih belum membuka matanya. Ibu menggenggam erat tangannya.

“Kamu ngga keberatan?” Tanya ibu menoleh padaku.

“Keberatan? Tentu aja ngga, bu. Ini satu-satunya yang bisa aku berikan buat kakak setelah selama ini hanya kebencian yang bisa aku berikan untuknya..” Jawabku yakin. Ibu masih terdiam. “Tapi soal biaya.. Itu..” Masalah ini aku masih bingung.

“Ngg.. Kalau masalah biaya.. Ini..” Ibu menyodorkan sebuah buku tabungan padaku. Aku membukanya dan melihat namaku disana. Dengan bingung aku menatap ibuku. “Semua gaji kakakmu selama ini ditabung atas nama kamu. Sebenarnya kakakmu tidak mengizinkan ibu mengatakannya padamu. Kakakmu hanya bilang, ia mengumpulkan uang ini semua untuk kamu. Ibu setuju-setuju saja, karena kakakmu berkeras menabungnya untukmu.. Tapi ibu ngga pernah tau kalau kakakmu selama ini.. sakit.. “ Ibu melirik kak Rima sebentar. “Kalau kamu ngga keberatan, uang ini bisa dipakai untuk operasi kakakmu..”

“Tidak!”

Aku menoleh kaget dan melihat kak Rima membuka matanya dan menatap kami. “Itu tabungan pendidikan Nina dan hanya dipergunakan untuk pendidikannya.” Tegasnya dengan suara lemah. Aku menatapnya dengan tak percaya. Kemudian ia menatapku. “Dan kakak ngga setuju kamu mau menyumbangkan sum-sum tulang belakangmu. Apapun.. Yang kakak inginkan cuma kamu sehat dan bisa mendapatkan kehidupan yang layak..”

Aku menghapus air mata yang barusan mengalir keluar dari mataku. “Tapi..
Tapi.. Kakak mem.. membenciku.. “

“Cuma kamu harapan kakak untuk bisa membahagiakan ibu, Nina. Jadi bagaimana mungkin kakak membencimu, kita ini kan bersaudara.”

Aku masih tidak mengerti. Aku menatap buku tabungan di tanganku. “Lalu.. Ini.. Semua hasil kerja keras kakak..”

“Umur kakak udah ngga lama lagi, jadi semua uang kakak usahakan hanya untuk kamu dan ibu. Nina, adik kakak satu-satunya. Gunakan sebaik-baiknya untuk membahagiakan ibu nanti..”

Aku tidak bisa menghapus air mataku lagi karena sudah terlalu deras. Kakak tersenyum padaku. Aku membayangkan hari-harinya dua tahun belakangan. Ia menahan sakitnya sendirian di dalam kamar, berpura-pura menyalakan musik yang keras padahal ia sedang merintih kesakitan, bekerja tiada henti hanya untuk uang pendidikanku, dan menahan diri untuk membantu pelajaranku agar aku tidak melihatnya merintih menahan sakit. Dan apa yang aku berikan untuknya? Kebencian..

Kakak terlihat ingin mengatakan sesuatu lagi, namun aku memotongnya. “Bodoh.. Mana bisa aku membahagiakan ibu tanpa ada kakak disini.. Bodoh..” Ujarku. Aku mengangkat buku tabungan itu, “Jadi.. buku tabungan ini milikku? Baik.. Berarti aku yang menentukan digunakan untuk apa semua uang ini..”

Ibu menoleh padaku dan tersenyum. Aku membiarkan air mataku mengalir dan menatap wajah pucat kakakku dengan penuh sayang.

# # # # #

Sabtu, 10 Desember 2011

Cerbung: Kakakku, Kesendirianku.. (2)

Hari ini aku pulang cepat dari sekolah. Guru-guru mau rapat. Begitu sampai rumah, aku melihat kakak baru selesai mencuci piring. Ya ampun, tumben banget kakak di rumah jam segini.. Masa dia tidak kerja?

Aku melewatinya tanpa suara, tapi tiba-tiba dia duluan yang menyapaku.

“Kok pulang jam segini?” Tanyanya.
“Guru-guru rapat, jadi murid dipulangin.” Jawabku pendek sambil menuang air minum.

“Ohh.. Ganti baju gih..”

Aku mengangguk dan meliriknya. “Ka Rima ngga kerja?” Tanyaku sedatar mungkin.

“Bukan urusan kamu..” Jawabnya tidak kalah datar lalu langsung masuk ke dalam kamarnya. Aku menatap pintu kamarnya dengan pedih. Bukan urusan aku? Memangnya kau ini siapanya? Tetangganya?

Terdengar suara musik cukup keras dari dalam kamar kakak. Hal yang biasa ia lakukan ketika pulang kerja. Tuh.. Bagaimana orang ngga kesel coba.. Malam-malam kakak suka nyalain musik kenceng-kenceng dan kalau diprotes, ia akan bilang kalau musik bisa menghilangkan kelelahannya. Huhhh..

# # # # #

Ibu bilang kakak dipecat dari pekerjaannya. Kakak tadinya bekerja di suatu perusahaan yang memproduksi biskuit dan makanan ringan. Setiap awal bulan kakak biasa membawa berbagai hasil produksi mereka. Aku tidak tau tepatnya pekerjaan apa yang kakak kerjakan, namun mendengar bahwa kakak dipecat dari pekerjaannya karena perusahaannya sedang mengurangi pegawai, aku tidak tau harus senang atau sedih.

Ibu menyuruhku mengantar air jeruk hangat untuk kakak, jadi dengan enggan aku melaksanakannya. Aku mengetuk pintu kamar kak Rima.

“Siapa?” Tanyanya. Suaranya terdengar serak. Ah, pasti kakak banyak menyanyi dengan keras di dalam diiringi musik yang dinyalakannya keras-keras.

“Ini air jeruk dari ibu..” Jawabku
“Taro aja di pintu..”

Aku mengikuti instruksinya, tapi aku tidak langsung beranjak pergi. Kupikir sepatah dua patah kata harus kuucapkan untuk sedikit menghibur kak Rima. Sebenarnya itu disuruh oleh ibuku. Aku tidak tau mau mengatakan apa, jadi aku baru memikirkannya sekarang.

Tiba-tiba pintu kamar kakak terbuka. Aku mendongak dan melihat wajah kak Rima pucat. Sepucat mayat dan matanya kuyu. Aku menatapnya dnegan kaget dan ia juga terlihat tak kalah kaget, sampai langsung menutup pintu dengan keras. Beberapa saat aku terhenyak. Tak mampu bergerak.

Begitu sadar, aku mengetuk-ngetuk pintu dengan keras. “Kakaaak..Kak Rima keluar,kak..Kakak kenapa? Kakaaaak..” Seruku dengan kencang. Tapi kak Rima tidak juga membuka pintu kamarnya. “Kak Rimaaa.. Kakaaak..!!”

Ibu tergopoh menghampiriku dan bertanya ada apa. Aku tak mampu menjawab hanya air mata yang bisa kukeluarkan, Ibu ikut mengetuk pintu kamar kakak, namun sama, tidak ada jawaban. Akhirnya ibu memanggil seseorang, sementara aku terjongkok menangis. Bayangan wajah pucat kakak yang menyakitkan barusan terekam jelas di pikiranku.

Ibu datang bersama Pak Samin, tetangga sebelah. Pak Samin mendobrak pintu kamar kakak dan pemandangan di dalam membuatku membatu tak percaya.

# # # # #

Senin, 05 Desember 2011

Cerbung: Kakakku, Kesendirianku.. (1)

Aku benci kakakku. Bayangkan saja, ia bekerja dari pagi sampai malam dan hanya pulang untuk tidur saja. Tidak pernah membantu pekerjaan rumah sedikitpun. Bahkan di hari minggu ia pun bekerja. Tidak hanya itu, setiap ia pulang ke rumah pada malam hari, selalu saja menyuruhku membuatkan ini dan itu, terkadang malah menyuruhku membelikan sesuatu di warung padahal saat itu sudah hampir tengah malam dan aku harus mencari-cari warung yang masih buka.

Sebenarnya bukan hal-hal kecil itu yang membuatku membenci kak Rima. Itu semua hal yang sepele. Aku merasa tidak punya kakak, karena kak Rima tidak pernah ada bersamaku. Yang ada di pikirannya hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Ketika di rumah ia tidak repot-repot berusaha mengobrol dengan adik semata wayangnya ini.

Bukan dia saja yang capek, aku juga capek. Sekolah dari pagi sampai sore setelah itu membantu pekerjaan rumah dan menyelesaikan semuanya sendirian. Ibuku juga bekerja, jadi biasanya ia meminta tolong kepadaku. Aku sih tidak keberatan pada ibuku. Ibuku sudah tua, namun masih sanggup berusaha mencari nafkah untuk keluarga kami yang sudah ditinggalkan ayah sejak tiga tahun lalu.

Seperti kataku tadi, bukan hanya dia saja yang lelah, setidaknya ia harus bisa memahami perasaanku. Kami hanya tinggal bertiga, tapi kakak seperti sengaja menghindari kami selama dua tahun belakangan. Aku sendirian, padahal aku sangat membutuhkannya.

# # # # #

Aku membukakan pintu. Kak Rima masuk. Aku melirik jam dinding dan melihat waktu menunjukka pukul setengah delapan. Tumben sekali kakak sudah sampai rumah jam segini.

Seperti biasa, ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Setelah beberapa saat, aku meraih tugas fisikaku dan bergegas menghampiri kamarnya dan masuk. Aku melihatnya sedang tiduran di kasur.

“Kak, aku ada PR fisika, tentang cahaya. Ini aku ngga nger—“
“Kakak capek, kamu keluar aja..”

Aku menatap kakakku yang langsung membalikkan badan ke samping, membelakangiku.

“Kamu keluar cepat! Tutup pintunya!” Serunya mengagetkanku. Tanpa sadar air mataku mengalir. Beberapa detik aku hanya menatap punggungnya dengan sakit hati.

“Aku kaya ngga punya kakak!” Tukasku sebelum berjalan keluar dan membanting pintu kamarnya. Begitu keluar dari kamarnya aku menghampiri meja belajarku dan membanting buku pelajaranku. Tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku dengan lembut. Ibuku.

“Bertengkar dengan kakakmu?” Tanya ibu. Aku hanya terdiam. “Pahami aja, kakakmu mungkin lelah sekali bekerja, jadi dia ngga bisa bantuin kamu..”

“Wah, aku juga capek bu denger tiap hari kakak capek bekerja. Setiap hari, bu! Setiap hari! Aku berasa ngga punya kakak, kak Rima selalu cari cara buat ngehindarin aku. Pasti kakak sangat membenciku karena aku yang menyebabkan ayah meninggal..”

“Hush.. Pikiran macam apa itu!! Bukan kamu yang menyebabkan ayahmu pergi, tapi Tuhan yang lebih sayang pada ayahmu..”

“Semua orang juga tau kalau aku yang boncengin ayah naik motor saat itu dan aku yang menyebabkan kecelakaan hingga ayah.. ayah pergi..”

“Bukan kamu yang menginginkan kecelakaan itu..”

“Pasti kakak sangat membenciku..” Tegasku dengan yakin. “Ayah sangat menyayangi kakak. Melebihi segalanya. Kakak itu kebanggan ayah, begitu juga sebaliknya..”

“Ayah juga menyayangimu, kamu juga kebanggaannya, Nina..” Potong ibu. Aku menghela nafas. Bergumam dalam hati. Ayah itu segalanya bagi kak Rima. Ibu juga tau itu. Pantas aku dibencinya. Adik yang membunuh ayah yang dicintainya. Air mataku kembali menetas. Kenapa aku tidak ikut pergi saja bersama ayah?

# # # # #

Rabu, 09 November 2011

Perjuangan dalam memenuhi nutrisi hati.. =D

Ass..

Ini cerita oke banget.. Banget banget deh.. Tenang.. Ngga ada tuh korea-korean.. Behh.. lewatt.. Ini tentang gw dan kedelapan teman-teman gw yang sangat butuh nutrisi di hati kami yang kurus *apalah bahasa gw, ngga keren banget*

Merekalah Ade, Qiqi, Tuti, Risya, Ines, Cindy, Numa, dan Sita. Sosok mahasiswa tingkat akhir yang kelaparan nutrisi hati. Aiisshh.. Terkesan galau maknanya, padahal ngga loh.. Beneran.. *nyerempet dikit gapapa kali yee*

Awalnya sebenernya gw disuruh liqo lagi sama abi, karena gw udah lama banget ngga lanjut liqo. Abi udah gemes banget deh ngeliat kelakuan gw yang makin hari makin "wooow" haha.. Apalagi abi sempet kaya pengen pingsan pas gw bilang gw udah dapet tiket AC Milan Glories kemaren waktu mereka ke Indonesia. Abi shock.. Ada beberapa alasan bokap gw bisa shock melihat gw memakai jaket Ac Milan dan siap berangkat ke GBK:

1. Abi juga milanisti dan abi kayanya kesel plus iri sama gw karena gw bisa nonton langsung.. *whahhaaaa.. *pasang tampang sombong*
2. Abi kayanya pengen mengakui kalo jaket Milan gw keren, tapi gengsi *apa deh*
3. Penting banget nih: Walau abi tau anaknya ini suka banget bola, tapi ngga pernah terlintas dipikiran beliau kalo ANAK SULUNGNYA INI BAKAL NONTON LANGSUNG DI GBK. Ih wow banget secara abi itu aktifis dakwah, masa anaknya begini..

Maka dari itu abi menyuruh gw liqo lagi dan mencarikan gw murobbi *semacam mentor*. Pas udah dapet nih, ternyata gw agak ga nyaman gitu kalau gabung sama anak kantoran semua.. haha.. Gw kan masih abege.. hihiii..
Trus gw minta tolong dong ke murobbi gw itu *calon murobbi tepatnya* kalo gw mau ngajak temen-temen gw liqo juga, karena beberapa temen2 gw mau liqo.. Ya udah lah, gw ajakin deh tuh si Tuti Ade Qiqi Risya doang dulu awalnya.. Eh, pada nanya, kok yang lain ngga? Ya udah gw tawarin juga tuh yang Ines Numa Sita Cindy.. Nah ternyata pada bener2 butuh nutrisi hati.. Jadi mereka setuju lah tuh gw ajakin liqo.. *Subhanallah teman-teman.. Sesuatu banget deh kita*

Yang ribetnya apa? Ya cari murobbinya.. Jadwal kita jelek banget dapetnya.. Masa cuma 2 jam di jeda kuliah.. Ngga bisa hari lain.. Ngga cocok deh tuh sama calon murobbi yang tadi, nah.. Dicariin deh murobbi yang baru.. Daaaaaann.. Itu susaaah banget nyarinya.. Lamaaaaaaa..

Nah, udah gitu nih anak-anak udah pada ngebet banget kan tuh pengen liqo.. *pada galau semua gw rasa* pada sms deh ke gw.. Tapi gimana, emang belom dapet. Saking puyengnya, gw minta tolong dong sama salah satu akhwat temen gw *subhanallah deh* si Asri, atau kita sebut saja Uni Aci. Minta tolong cariin murobbi yang pas buat kita para wanita muda ceria nan galau *ga keren deh*. Beeehhh, ampe diiklanin lewat FB dan Twitter sama uni Aci.. Mantep emang..

Eh eh, ternyata besoknya gw ditelpon kalo udah dapet murobbi.. Tapi bukan dari uni Aci, tapi dari calon murobbi yang ga jadi itu.. Nah, masalah baru.. Ini gw ga dikasih nomor murobbinya.. *hadeeeuhhh* malah nomor gw yang dikasih ke dia, jadi gw yang nunggu dikabarin =( Dan gw sms minta nomor murobbinya ngga dibales sama calon murobbi yang nyariin murobbi buat kita tadi itu.. *agak ribet ya bahasanya? maap*

Aaaahh.. Padahal kami bersembilan udah excited banget menyambut hari besar ketika nutrisi hati itu datang.. Tapi hingga detik gw menulis postingan ini, gw masih belum dapet kabar tentang murobbi kami.. Hhhhh... #sigh

Maaf membuat kalian menunggu teman-teman.. Hihiii..
Seng sabar.. Ini demi masa depan hati kita.. Hohooo..

Semangaaaaaaattt.. *Semoga hari itu cepat datang*

Wass..

Selasa, 04 Oktober 2011

Cerbung: Aku Belajar dari Kata Maaf (3-end)

"Kenapa sih lo deket-deket sama cewek yang udah ngga punya reputasi baik itu?"
Spontan Galuh menoleh dan menatap Riska dengan tajam.

"Kenapa, Luh? Lo naksir cewek nakal itu? Ha? Lo ter__" Kata-kata Riska dipotong cepat oleh Galuh.

"Jangan pernah mengatakan hal kaya gitu lagi! Lo tuh ngga tau apa-apa tentang dia, tentang hidupnya! Jadi jangan seenaknya memvonis posisinya! Lo.. Ikut campur urusan orang aja!"

Galuh pergi meninggalkan Riska dengan kening berkerut.

*****

Novi mendekati Indah yang sedang asyik membaca novel. Indah menoleh sekilas. Novi duduk di depan cewek itu dan menatapnya. Matanya berkaca-kaca.

"Maafin gw, Ndah.. Maaf.." Ucapnya lirih
"Lho, kenapa?"
"Gw ngga percaya sama lo. Gw termakan fitnah. Padahal harusnya gw tau, lo itu bukan tipe cewek yang akan melakukan itu. Lo sahabat yang baik."

Dengan bingung, Indah menatap Novi. "Maksud lo? Lo udah tau?"

"Cleaning Service bukan sesuatu yang kotor. Indah, maaf.. Harusnya gw bisa lebih memahami lo. Maaf.. Gw malah kemakan sama gosip, gw bener-bener bukan sahabat yang baik. Maaf.. Gw.. Gw.."

Seraya tersenyum, Indah menggenggam telapak tangan Novi dengan erat, ia berkata "Gw udah bisa nerimanya kok, Nov.. Ngga apa-apa.. Sungguh.. Itu udah biasa gw terima.. Jangan meminta maaf, itu ngebuat gw ngerasa berarti.. Itu memang baik, tapi gw ngga biasa menerimanya.."

"Nggak, Indah.. Lo berarti.. Sungguh.. Sangat berarti.."

Novi memeluk tubuh Indah. Novi menangis di pelukan sahabatnya itu. Indah pun tak mampu membendung air mata yang memaksa keluar. Kedua cewek itu saling menumpahkan rindu yang selama ini ditahan. Diam-diam Galuh memperhatikan kehangatan itu dengan senyum merekah di wajahnya.

*****

Gosip itu hilang. Menguap seiring berlalunya waktu dan kenyataan yang terungkap. Tapi, Indah masih ssaja menerima tatapan-tatapan. Memang bukan tatapan sinis seperti yang dulu ia terima.. Tapi tatapan yang sama sakitnya baginya. Tatapan iba!

"Gw.. Gw bener-bener ngga suka keadaan ini! Ini semua karena lo!" Indah menumpahkan rasa sakitnya pada Galuh.

"Gw cuma mau menjernihkan keadaan aja, Ndah. Gw cuma mau mereka tau kalo lo bukan cewek hina seperti yang mereka bicarakan. Gosip yang berkembang udah ngga bisa dibiarin lagi. Gw juga ngga suka keadaan dimana lo dipojokkan, padahal lo ngga melakukan hal yang salah"

"Tapi gw ngga kuat.. Ngga kuat menerima tatapan iba.."

Galuh berdiri dan memukul tembok. Benci dengan keadaan seperti ini. "Lo salah mengartikan pandangan mereka.. Mereka salut sama lo, bukan kasihan! Dan harusnya lo bisa merasakan itu. Lo harus percaya.. Gw sangat ingin keadaan ini berlalu.."

Dan cowok itu berdiri, memunggungi Indah dan berjalan manjauh. Meninggalkan Indah bersama kegundahannya dan bersama kebingungan yang ia terima berturut-turut tanpa punya persiapan untuk mengatasinya.

*****

Semua karena Galuh. Ia membuat Indah kembali tersenyum. Seiring Novi yang selalu bersama dan menemaninya. Ia menyadari, ia tidak sendirian di dunia ini. Ia pun menyadari mempunyai seorang sahabat adalah hal paling indah yang pernah ia terima dari Tuhan.

"Tumben nih halte sepi.."

Dengan kaget Galuh menoleh dan tersenyum melihat kedatangan Indah. "Soalnya waktu pulang sekolah udah lama selesai. Lo kenapa baru pulang sekarang?" Tanyanya.

"Abis ulangan susulan.. Lo sendiri?"
"Ulangan susulan? Lo ngga masuk? Kenapa?"
"Oh.. Ng.. Itu, pusing dikit kemaren.. hhe"
"Masih sakit?"

Indah menggeleng. "Sekarang semuanya terasa indah lho, Galuh.. Makasih ya.. Rasanya dunia gw berubah.. Lo bener-bener sahabat yang baik.."

Galuh tersenyum. "Lo pantas lagi menerimanya. Bener kan gw bilang, lo itu cewek yang kuat dan lo ngga sendirian.."

Indah ikut tersenyum. Ia memandangi sekitar halte dan tersenyum makin lebar. Mereka berada di halte tempat dulu pertama kali Indah menangis di depan Galuh. Galuh menatap kejauhan.. Menerawang.

"Gw ngga tau deh kalo waktu itu lo ngga ngejar gw, pasti sekarang gw udah bener-bener jatuh. Terima kasih.. lo bisa hadir dalam hidup gw. Lo tuh kaya malaikat pembawa kehangatan.. Ini ngga berlebihan tapi emang itu yang gw rasakan. Pertama dalam hidup gw, gw ngerasa sehangat sekarang.. Makasih ya.." Ujar Indah seraya menatap Galuh lekat.

Cowok itu menghela nafas panjang dan berat. Ia membulatkan tekadnya. Ya! Sudah saatnya! Dan kini saatnya tiba..!

"Maafin gw, Ndah.." Ujar Galuh tiba-tiba. Indah menoleh.
"Untuk apa?"

"Untuk rahasia yang selama ini gw pendam dan ngga mampu gw ungkapkan. Untuk rahasia yang membuat lo selama ini merenung sambil nangis.." Sambung Galuh. Indah tidak mengerti arah pembicaraan Galuh. Ia menatapnya dengan kening bertaut. "Ngg.. Sebenarnya.. Orang tua gw.. Adalah pengemudi yang hampir menabrak mobil orang tua lo.. Maaf.. Maaf.." Galuh melirik cewek di sebelahnya yang sudah terbelalak kaget. "Maaf gw merahasiakannya lama dari lo.. Maaf karena orang tua gw membuat lo kehilangan satu komponen penting dalam hidup lo.."

Indah menatap Galuh dengan tak percaya. Ia menggeleng lemah.

"Maaf karena orang tua gw hidup.. Maaf karena mereka hanya mendapat luka-luka ringan sementara luka terlebar menggores kehidupan lo.. Maaf.."

Indah masih menggeleng tak percaya. "Galuh.."

"Maaf.. Maaf.." Galuh menunduk. Wajahnya menunjukkan penyesalan dan kesedihan yang dalam. Indah menangkap itu di matanya yang jernih. "Dari awal gw tau lo siapa.. Makanya gw merasa bersalah, dan gw mencoba membantu lo semampu gw bisa. Karena gw merasa bertanggung jawab atas penderitaan yang lo rasakan. Maaf. Gw tau lo pasti akan membenci gw.."

Indah terdiam. Membisu. Kali ini air matanya kembali terurai. Galuh berdiri dan hendak berjalan, namun Indah bergegas beranjak dan menahan tangannya. Menggenggamnya dengan erat dan merasakan kehangatannya.

"Jangan pergi.. "

Kini, Galuh yang terdiam tak mampu berkata apa-apa.

"Setelah semuanya, sekarang lo juga akan ninggalin gw?" Bisik Indah.
"Tapi.."
"Bagaimana mungkin sahabat yang memberi kehangatan untuk hidup gw bisa menjadi orang yang gw benci?"

*****

Jumat, 30 September 2011

Kadang sakit itu enak, tapi lebih banyak ngga enaknya!!

Ass.

Serius deh, bagi kalian yang berfikir kalau sakit itu enak *gw banget* pikir dua kali deh.. Sakit itu memang beberapa kasus terasa 'enak' tapi dijamin lebih banyak ngga enaknya..

Gw jabarin deh enaknya ya:
# Kalo lagi sakit, biasanya tiap malem nyokap naik ke kamar gw dan ngeliat kondisi gw lalu mijit-mijitin kepala atau punggung gw dan benerin selimut gw kalo gw kedinginan *something banget*
*ya mungkin banyak diantara kalian yang sering diginiin, tapi gw engga.. apa gw aja ya yang tdr setengah pingsan jadi ngga pernah sadar? Hwehehheee*

# Kalo gw minta makanan apa aja, pasti nyokap nurutin, nyariin makanan yang cocok di lidah gw.. Dan biasanya hal ini bakal membuat adek2 gw cemburu setengah mati.. *Huahhahhaaa..*

# Gw ngga perlu bantuin beresin rumah *ya Allah, anak macam apa gw ini?*

Ini bagian ngga enaknya:
# Mulut gw asli pahit beneerr.. Serius ini membuat ngga semua makanan bisa masuk mulut lo dan ini sungguh.. Sungguh.. Menyiksa!

# Bisa pikirin sendiri deh rasanya meriang terus tiap malem

# Bisa bayangin juga dong kalo demam tinggi gimana rasanya? Ditambah klo ada puyeng2.. -___-

# Ngga bisa datang kuliah. Bukannya gw sok suci atau gimana ya, tapi gw ini udah semester 7 dan ini kesempatan terakhir gw buat memperbaiki IPK.. Jadi sungguh banget rasanya ngga bisa masuk kuliah di tahun terakhir begini.. *umii.. anakmu ini benar2 mahasiswi yg baik umiii..*

# Mengulang lagi bagian pertama ngga enak tadi, lo jadi bakal kangen berat sama yang namanya makanan-makanan enak..
Salah satunya Beef Teriyaki buatan nyokap..


Nb: Gambar itu bukan beef teriyaki buatan nyokap.. Kenapa gw ga aplot buatan nyokap? Soalnya itu makanan pasti udah abis begitu disajiin.. Ngga bakal sempet gw poto.. *nasib*

Juga, lo bakal kangen sambel kentang ati.. :9


Lo ga bisa makan mereka semua karena percuma aja, mereka terasa pait doang di mulut.. *nasib lagi*

Tambahin lagi deh, gw biasa beli ayam2an di kampus, dan gw ga bisa lagi makan itu kalo lagi sakit..


Huaaaaa... Dan yg paling ngangenin adalah:


Sumpah, walaupun daya makan gw dikit, tapi gw kangen banget sama nasi.. huhuuhhuaaa..

Tuh kan banyak kan ngga enaknya klo sakit.. Aktifitas terganggu banget.. banget banget..

Yaaaahhh.. Semoga semua temen-temen gw dan terutama keluarga gw ngga pernah sakit ya.. Amin amin amin..
Keep Healthy, guys..

Wass

Sabtu, 24 September 2011

Cerbung: Aku Belajar dari Kata Maaf (2)

"Lo lari cepet banget.. Gw kewalahan ngejar lo.." Ujar Galuh dengan senyum menghiasi wajahnya yang terlihat kelelahan. Indah baru akan berdiri, namun ternyata kakinya ngga mampu diajak bekerja lagi. Sepertinya ia memang berlari dengan cepat barusan. Lelah sekali.

"Buat apa lo ngejar gw?" Tanya Indah.
"Ada kata-kata yang belom gw terusin.." Jawab Galuh. Indah menatap lekat cowok itu. "Soal berita miring selama dua hari ini, sebenarnya gw ngga percaya.."

"Kenapa? Gw liat semua orang di sekolah percaya.." Ujar Indah lesu.
"Karena lo pasti bukan orang seperti itu!"

Indah kembali menundukkan kepalanya. Lagi-lagi air matanya bergulir perlahan. Galuh hanya menatap cewek dihadapannya itu dengan iba.

"Kenapa harus gw? Kenapa Tuhan milih gw untuk menanggung beban ini?" Indah tanpa sadar menumpahkan perasaannya. Tidak tau kenapa otaknya malah membimbingnya untuk menceritakan bebannya pada Galuh, cowok yang bahkan tidak dikenalnya. Perasaan yang selama ini hanya terbelenggu di dalam hatinya.

"Kenapa gw yang harus kehilangan orang tua yang sangat mencintai gw? Kenapa gw yang harus tinggal dengan orang tua angkat yang bahkan memperlakukanku seperti pembantu? Kenapa gw yang hidup sementara adik gw yang harus meninggal? Kenapa gw yang harus menerima perlakuan acuh dari semua orang yang gw kenal? Kenapa gw yang menerima fitnah keji yang bahkan membuat teman baik gw pun meragukan gw? Tuhaan.. Kenapa Indah??"

Galuh tidak tau harus berkata apa. Ia hanya mampu terdiam mendengar semua keluh kesah cewek dihadapannya itu. Keluhan yang jika diteliti kembali, tidak ada satupun kebahagiaan yang memeluk hidup Indah. Keluhan yang membuat cewek ini menguraikan air matanya.

"Kenapa lo ngerasa gw bukan cewek yang seperti diceritakan Reno?" Tanya Indah tiba-tiba, membuyarkan pikiran Galuh.

"Ahh.. Ng.. Mungkin mata lo yang menunjukkan elo itu seorang yang diliputi kesedihan dan mata lo juga memperlihatkan pada gw sosok yang hidup dengan kerja keras, bukan jalan pintas"

Indah mendongak menatap Galuh.

"Hapus air mata lo! Jangan sampai mata indah lo ternoda oleh kerapuhan lo, karena gw percaya kalo lo kuat" Ujar Galuh. Indah menurut dan menyeka air matanya dengan lengan kemejanya. "Lo mau bukti kalau lo kuat?" Tanya Galuh. Indah terdiam. "Karena pasti lo udah ngelewatin masa-masa itu dan sekarang? Lo masih disini.. Masih berjuang.."

"Makasih.. Makasih.."

"Gw Galuh.." Ujar Galuh. Indah mendongak, tersenyum dan menyebutkan namanya.
"Kembali ke sekolah?" Tawar Galuh ramah. Indah mengangguk, kemudian mereka sama-sama berdiri dan berjalan ke sekolah bersama.

*****

Dokter mengusap kepala Indah dan menenangkannya, karena sejak tadi Indah terus menangis di depan tubuh ibunya yang sudah terbaring tak bernyawa. Kini dokter meninggalkannnya, tinggalah Indah bersama tangisannya.

Malam itu orang tua Indah pergi bertiga dengan adik semata wayangnya yang baru berumur lima tahun untuk pergi mengunjungi suatu acara. Indah tidak ingin ikut. Sebelum pergi ayah dan ibunya mengecup kening Indah, dan yang jarang terjadi, mereka memeluknya dengan erat. Adiknya pun tak biasanya mengecup pipinya lembut. Tapi saat itu ia tidak merasakan feeling apa-apa.

Kejadian itu begitu kokoh terpatri di benaknya. Ketika ia ingin membereskan rumah, tiba-tiba frame foto keluarganya terjatuh, sebelum Indah sempat membereskannya, telepon berdering, dengan cepat ia mengangkatnya. Berita yang ia dengar di telepon begitu menghantamnya. Ternyata pelukan dan ciuman ayah, ibu, dan adiknya adalah pelukan dan ciuman terakhir dari mereka.

Mobil yang dikendarai ayah Indah mengalami kecelakaan, terserempet dengan mobil sedan. Untuk menghindari tabrakan, ayahnya terpaksa membanting stir ke kiri yang malah membuat mobil mereka menabrak pagar pembatas dan akhirnya terguling beberapa meter. Ketiganya tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. Tapi, pengemudi sedan yang berbenturan itu sama sekali tidak celaka, hanya sebatas luka-luka ringan.

Kenyataan itulah yang membuat Indah sangat membenci pengemudi sedan itu. Mereka memang bertanggung jawab dengan membiayai semua pemakaman keluarga Indah, namun melihat mereka sehat wal'afiat karena ayahnya menghindari kecelakaan dengan mereka padahal mereka yang menyerempet mobil ayahnya, kebencian dalam dadanya tidak bisa ia sangkal.

Setelah itu, Indah diangkat anak oleh bude jauhnya, yang menjadi awal dari penderitaannya.

*****

"Terima kasih, pak.."

Amplop berisi sejumlah uang tepat di dalam genggamannya. Indah merasa sangat senang. Gaji ketiga yang ia terima. Dengan senyum merekah, ia melangkah keluar dari kafe tersebut. Sebelum pulang ia melanjutkan pekerjaannya agar lebih sempurna.

"Indah.."
"Galuh?"

Galuh berdiri dihadapannya. Indah tergagap, ia menyembunyikan benda yang dipegangnya di belakang tubuhnya. Tapi Galuh sudah mengamati Indah sejak tadi mulai bekerja, jadi ia tau benar apa yang disembunyikan Indah. Galuh tersenyum. Manis. Indah berbalik hendak pergi, tapi tangannya di cekal. Cepat, cewek itu menariknya.

"Ngga usah malu.. Gw bukan tipe orang yang membuat lo ngga enak kan?" Tanya Galuh
"Tapi.. Gw cuma cleaning service disini. Elo.. Nggak malu?"
"Nggak! Udah gw bilang kan, lo itu tipe orang yang hidup dari kerja keras bukan jalan pintas. Gw malah jadi tambah yakin. Ternyata dugaan gw bener dan komentar anak-anak cuma sekedar bohong belaka. Lanjutin aja.. Atau mau gw bantu?"

"Ngga.. Nggak usah.. Lo tunggu di luar aja.."
Lalu Indah melanjutkan pekerjaannya. Mengepel seluruh lantai di kafe itu dan mengelap seluruh meja disana. Setelah selesai, ia menghampiri cowok yang menunggunya di luar.

"Tau dari mana gw kerja disini?" Tanya Indah penasaran.
"Kabar santer di sekolah. Sebenernya gw cuma iseng aja lewat deket-deket sini dan gw inget nama kafe tempat lo kerja, jadi sekalian aja gw kesini. Siapa tau kita bisa ngobrol-ngobrol. Mau?"

Akhirnya Galuh mengajak Indah ke sebuah restoran cepat saji. Disana Indah mendengar cerita-cerita Galuh yang ternyata sangat mangasikkan. Sesekali mereka tertawa bersama. Tak terasa Indah malah nyaman mengobrol bersama dengan cowok yang baru jadi temannya itu.

"Orang tua dan adik gw kecelakaan setelah menghindari mobil lain. Mereka meninggal." Indah menceritakan kisah keluarganya. Sebenarnya ia paling ngga suka mengungkit cerita itu, namun Galuh telah membuatnya memiliki seorang teman yang dapat dipercaya.

"Mobil lain?"

"Iya.. Pengemudi sedan. Mereka cuma luka ringan. Beruntung sekali ya mereka? Ngga seperti orang tua gw, mau menghindari tabrakan, malah menabrak papan terbatas, sampai terguling ke depan. Kalo inget pengemudi sedan itu, selalu buat gw pengen nangis aja tau ngga, dengan keajaiban yang didapati mereka.."

Galuh membisu. Selalu, kalau mendengar cerita tentang orang tua Indah. Sejak pertemuan pertamanya waktu itu, mereka jadi teman akrab.

"Eh, untunglah teman-teman ngga seramai dulu ngomongin gw lagi.." Indah mengalihkan pembicaran, yang membuat Galuh tersentak dari lamunannya. " Gw jadi lega.."

"Kenapa lo ngga cerita aja tentang fakta yang sebenarnya?"

"Nggak! Ini rahasia, Galuh. Ngga boleh ada yang tau kalau gw bekerja sebagai cleaning service.. Gw malu.. Gw malu pada mereka.." Sergah Indah panik.

"Malu? Emang cleaning service itu pekerjaan hina? Pilih mana lo dibicarain orang karena lo kerja sebagai cleaning service apa sebagai penjual diri?"

Indah terdiam. Tidak ingin menjawab.

*****

BERSAMBUNG...

Jumat, 23 September 2011

Cerbung: Aku Belajar dari Kata Maaf (1)

Indah melewati lorong yang penuh bisik-bisik. Sesekali ia menoleh kikuk, tapi dengan cepat ia kembali menundukkan kepalanya. Ia tidak mengerti kenapa sepanjang perjalanan memasuki pelataran SMA nya, ia selalu merasa orang-orang sedang membicarakannya dalam bisikan dan ia merasa ditatap tajam oleh semua penghuni sekolah.

Ia memasuki kelasnya. Suasana yang sebelumnya ramai tiba-tiba menjadi hening seketika. Ia menghampiri tempat duduknya dan duduk disamping teman baiknya, Novi. Ada raut kecemasan di wajah sahabatnya itu, tapi Novi tetap tersenyum, walau tipis, pada Indah.

"Nov, lo ngerasa ngga, kayanya temen-temen agak aneh gitu deh ngeliat gw hari ini? Ada yang salah di muka gue ya?" Bisik Indah menyeruak rasa ingin tahunya. Novi meliriknya dengan kikuk.

"A.. Ahh.. Kayanya cuma perasaan lo aja deh, Ndah.." Jawabnya dengan agak tergagap.

Walau masih bingung, tapi Indah hanya mengangguk, mencoba percaya dengan jawaban Novi. Akhirnya jam masuk pun berdentang. Semua murid kini memasuki kelasnya masing-masing. Indah menyapa ramah kawannya yang duduk di depannya, seperti biasa.

"Ckck. Ngga nyangka banget gw cewe yang kayanya lugu ini ternyata.." Gumam Icha ketika Indah menyapanya. Icha berbalik badan. Indah mengerutkan kening seraya menatap Novi yang ternyata hanya bisa menunduk dalam-dalam. Baru akan bertanya pada Icha lagi, namun gurunya sudah memasuki kelas. Ia mengurungkan niatnya itu.

*****

"Haii Indaaah.. Cantik banget deh lo hari ini.." Sapa Reno, cowok yang terkenal bengal di sekolah. Indah mengacuhkannya, karena nggak ingin berurusan dengan cowok kurang sopan dihadapannya itu. "Waduuh.. Udah sok jual mahal nih sekarang.. Mentang-mentang udah dapet om-om kaya,euy.."

Sontak, Indah berhenti, menatap Reno dengan tajam.

"Kabarnya udah kesebar, Ndah.. Kalo lo kerja di kafe malem dan joget disana.. Wah, ternyata hoby kita sama, cuma gw ngga nyangka, lo juga suka dance.."

"Ta.. Tau dari mana gw kerja di kafe?" Indah mulai panik. Reno tertawa. Keringat dingin keluar dari kening Indah. "Siapa yang nyebarin fitnah gw dance di Blue's Cafe?"

"Ohhh.. Namanya Blue's Cafe yaa.. Hemm.. Udahlah Ndah.. Ngga usah ngelak lag__"

"Denger! Gw bukan cewe yang seperti kalian duga! Gw ngga ngelakuin sesuatu yang salah disana. Gw cuma cari penghasilan disana. Itu aja!" Tegas Indah pada orang-orang yang sudah berkerumun di sekeliling mereka. Wajah Indah memerah, tanda ia sangat kesal. Ia melihat Novi berdiri di dalam kerumunan dan terlihat mencurigainya. Ia sampai tidak percaya dengan penglihatannya, bahkan Novi meragukannya dan mempercayai perkataan orang lain!

"Kalo gitu bener lo jual tubuh lo demi dapetin uang?" Celetuk seorang cewek dari arah kerumunan. Terdengar gumaman samar dari anak-anak.

"Ngga! Itu fitnah! Bohong.." Pekik Indah

"Kalo itu bohong, lo bisa kasih tau kita dong, apa kerja lo disana?"

Kali ini Indah terdiam. Ia tidak bisa memberitaukannya. Ini sudah jadi rahasia yang ia simpan sejak tiga bulan lalu. Ia berdiri menghadang orang-orang yang menunggu jawabannya dan menatapnya dengan campuran ingin tahu dan melecehkan.

"Ngga bisa gw kasih tau. Yang jelas gw ngga melakukan pekerjaan kotor disana.."

"Siapa yang mau percaya Banyak kilah cewe ini.."

Akhirnya Indah tidak tahan lagi. Ia berlari menembus kerumunan. Ia tidak tau mau kemana, yang jelas, ia hanya ingin menjauh dari gedung itu sekarang. Air matanya keluar tiba-tiba, tak dapat dibendungnya. Tanpa disadari ia menabrak orang di depannya.

"Ahh.. Maaf.. maaf.." Ucapnya sambil menunduk.
"Gapapa.. Ng.. Lo.. Indah ya?"

Indah mendongak dan menatap Galuh. Cowok yang cukup terkenal di sekolah karena selalu menjadi juara umum tiap tahunnya dan sering memenangi olimpiade sains. Ditambah lagi reputasinya yang bersih karena Galuh juga merupakan pengurus OSIS.

Indah menghapus air matanya, namun cairan itu tidak berhenti juga. "Silahkan.. Kalo lo mau ngomong juga.. Silahkan.." Kata Indah

"Apa?"
"Soal gw kerja di kafe.."
"Oooh.. Sebenarnya gw__" Kata-kata Galuh dipotong cepat oleh Indah. "Gabung aja sama mereka! Gabung aja sama mereka yang sebelumnya ngga pernah sekalipun melirik gw, tapi tiba-tiba fitnah yang mereka bawa.. Ahh.. Bukan, pasti mereka menganggap itu fakta.. Silahkan.. Ikutin aja mereka.."

Indah berlari. Ia melewati gerbang sekolah dan terus berlari menyusuri jalan. Tak mau sekalipun menoleh ke belakang. Akan terhampar masa-masa sulit yang mengikatnya. Msa-masa dimana ia sendirian dan butuh segalanya.. Tapi tak ada yang memerdulikannya.

Nafasnya memburu, akhirnya ia berhenti, mengatur nafasnya yang kelelahan. Ia duduk di bangku halte. Menunduk menatap jemarinya yang tidak mulus layaknya kulit remaja wanita lainnya, karena tangannya telah mengerjakan tugas di luar semestinya. Ia menangis. Tiba-tiba ada yang menyentuh pundaknya. Cepat, ia menoleh. Jantungnya berdegup cepat.

*****

BERSAMBUNG...

Senin, 19 September 2011

CerPen: Dia Membuatku Meratap

Hariku berjalan seperti biasa. Suram. Disini sangat sepi.. Tak ada suara sama sekali. Meskipun orang-orang sibuk berlalu-lalang membawa setumpuk laporan dan sesekali barang-barang mereka berjatuhan, tetap hening! Walaupun didepanku terlihat seorang dosen yang sedang memarahi mahasiswanya yang telat mengumpulkan tugas, walaupun dibelakangku berlari seorang mahasiswi yang diteriaki oleh temannya. Tidak berubah. Tetap lengang!

Suram ! Mulai seminggu yang lalu, tidak akan ada lagi seseorang yang menepukku dari belakang dan memamerkan sederetan gigi rapihnya padaku. Tidak akan ada lagi yang menyuruhku makan pagi dengan teratur, tidak akan ada lagi orang yang membangunkanku ketika aku tertidur di dalam kelas. Tidak akan ada lagi orang yang.. akkh..

*****

Aku membawa referensi buku dari perpustakaan dan berjalan menuju kelasku yang rasanya makin lama makin suram. Aku terus mencoba untuk terus bertahan tanpa ada orang yang memperhatikanku dan membantu membawakan barang-barangku tiap hari dengan senyum lebar yang selalu menghiasi wajahnya. Aku mencoba bertahan.

Tiba-tiba ada yang menepukku pundakku. Aku menoleh,
"Hei.. Perlu bantuan?"

Aku mematung. Membisu. Tercekat. Terus seperti itu seraya menatap wajah orang itu.
"Hei.. Kamu kenapa sih? Kaya ngeliat hantu aja deh.. Mau aku bantuin bawa buku-buku itu ngga nih?" Tanyanya sekali lagi. Aku masih terdiam. "Taya.. Whooii.. Halooo??" Ia menggoyangkan telapak tangannya di depan mataku. Aku akhirnya tersentak.

"Ah.. Boleh.. " Aku mengulurkan sebagian buku yang kubawa dan ia menyambutnya. Kami berjalan bersama menuju kelas.

"Kamu kembali?" Aku membuka suara.
"Ya, aku sadar.."

Aku tersenyum. Seketika dunia terasa lebih cerah, lebih berwarna dari yang kurasakan saat sebelum ia menghilang. Aku seperti tidak pernah mengenal apa itu kata 'suram'.

"Kamu sadar kalau aku orang yang selalu telat sarapan dan kamu harus mengingatkannya? Kamu sadar kalau aku orang yang gampang mengantuk di kelas dan kamu harus membangunkanku? Iya"

"Iya.."

*****

"Lo kenapa keringetan banget gitu, ta?" Tanya Lili, teman sekampusku.
"Abis main basket.. " Jawabku sekenanya.
"Sama siapa?"
"Feta.. Siapa lagi? Biasanya kan emang gw main berdua dia doang.."
"Feta?"
"Iya.. Capek banget, padahal mainnya cuma berdua aja ya.." Aku mengelap keringat yang mengalir di dahiku. Lili menatapku dengan bingung. Aku jadi ikut-ikutan bingung. "Elo kenapa?" Tanyaku.
"Ta.. Elo.. Beneran main basket barusan?"
"Iya, dari dua jam yang lalu gw main basket sama dia kok di lapangan.."
Lili berdiri dari kursinya dan melihat keluar kelas yang langsung berhadapan dengan lapangan basket dan menatapku dengan bingung. Aku hanya tersenyum.

*****

Telepon rumahku tetap diam. Tidak ada suara dering sama sekali. Aku mengangkat gagang telepon dan menekan nomor hp Feta yang sudah sangat kuhafal.

"Halo ta.." Sapanya riang ketika menjawab teleponku.
"Fetaaaaa.. Jalan yuuukkk.. Lagi males di rumah.. Nanti malem jalan ya?" Ajakku.
"Boleh.. Kemana?"

Adikku datang menghampiriku. Sejenak aku menghentikan obrolanku dengan Feta dan menatap adikku dengan galak.

"Nelepon siapa,kak?" Tanyanya
"Bang Feta.." Jawabku sekenanya.
"Hah?"
"Kenapa? Mau nguping kaya biasanya ya? Awas aja ya kamu nguping-nguping obrolan kakak lagi.. Awas kalo berani nguping dari telepon kamar mama!" Ancamku. Dengan langkah gontai dan wajah yang heran, adikku berjalan menjauhiku. Ia sering sekali memakai telepon parallel di kamar orang tuaku untuk menguping pembicaraanku dengan Feta. Pasti kali ini ia akan melakukannya lagi. Dasar nakal.

"Maaf, Fet.. Tadi adikku biasa.. Ya terserah kamu aja lah kita kemana.. Gimana kalau kita ke..." Kami saling mengobrol dan tertawa. Kami mengobrol banyak. Tapi, setelah sepuluh menit, aku mendengar teriakan adikku dari kamar orang tuaku. Ia berteriak-teriak histeris.

"Kak Taya ngomong sendiriiiii.. Mamaaa.. Kak Taya ngomong sendirii di telepon!! Mamaaa.."

Aku kaget dan tanpa sadar aku menutup teleponnya. Dengan marah aku menghampiri adikku.
"Berisik! Kakak lagi ngobrol sama bang Feta.. Kan udah kakak bilang jangan berisik kalo orang lain lagi nelepon!" Tukasku dengan kesal. Ia menangis ketakutan di pelukan ibuku. Ibuku masih tenang, ia mengelus rambutku dengan penuh cinta.

Ia mengajakku menaiki mobil, mengendarainya dan berhenti di sebuah pemakaman umum. Ia meninggalkanku disana. Tanpa sadar aku melangkah.. Menuju suatu makam.
Tanpa sadar akupun menangis, menatap nisan yang masih basah, menatap tanah yang masih dipenuhi bunga segar.

----Alfeta Lesmana. Lahir: 12 November 1988. Meninggal: 23 Januari 2008----

*****

SELESAI

Rabu, 07 September 2011

AC MILAN GLORIES vs INDONESIA ALL STAR @GBK

Ass

Huaaaa.. Senangg.. Ya udah keliatan jelas banget lah ya di judul, kalo Ac Milan glories, atau Ac Milan legend alias legenda-legendanya Ac Milan dateng ke GBK.. Ya di Indonesia tentunya.. *ya kalee ada GBK yang lain.. --"

Dan yang lebih kerennya lagi, gw ikut nonton langsung ke GBK =))


Yaoloh, itu rasanya gimana ya, kaya kalo kita ngefans sama tim bola dr kecil trus bisa ngeliat langsung di depan mata, gimana ya enaknya kata-kata kiasannya? Hemm.. Bagai angin.. bukan bukan.. Seperti kejatuhan.. Ah, ngga keren.. Bagai.. Ah, whatever lah ya.. *ngga penting juga

Menakjubkan banget rasanya bisa menjadi bagian dari para milanisti yang nonton langsung ke GBK.. Yaah.. Menjadi bagian dari milanisti aja udah menakjubkan siih..
Udahlah ya, perasaan gw mah ngga penting.. Mari kita ceritakan tentang jalannya pertandingan.

Dari awal gw liat pemain-pemain Milan dan timnas, gw mikir gini: "Ah, kalo begini mah, timnas bisa menang, lawannya aja udah pada uzur gitu, lah timnas isinya banyak pemain-pemain yang masih aktif.." Yak dan bisa dipastikan prediksi gw SALAH TOTAL. Karena ini bukan soal umur, tapi soal SKILL.. Walaupun para pemain Milan udah pada 'berumur ' dan udah pensiun, tapi tetep aja sebelumnya mereka punya skill yang mantep geellaa.. Pemain Eropa gitu..

Dan lagian gw percaya banget nih, pemain-pemain yang pensiun itu ngga bener2 pensiun dari sepak bola, masih ada yang jadi assisten pelatih, pelatih sepak bola walau tim kecil, ya seenggaknya mereka ngga nganggur kaya pemain-pemain Indonesia yang udah pensiun.. *yaoloh gw negatif thingking banget deh.. Maap maap.. >,<

Walaupun ngga tega ngomonginnya, tapi beneran deh, banyak diantara pemain Indonesia all star yang perutnya udah buncit --" .. Mereka yang lari, tapi malah gw yang cuma ngeliat yang ngos-ngosan,. Udah gitu perbedaan skill dan postur badan juga jauuuuhhh banget.. Hasil akhir? 5-1 aja buat Milan Glories.. hhe.. Seneng lah pasti, tapi sedih juga ngeliat permainan timnas yang berantakan.. =(
Tapi ngga kok.. Mereka juga pasti bangga main satu lapangan lawan Ac Milan legend.. Wooooiii.. Ac Milan looh ini,,!! o_o

Yaaahh.. Intinya kan ini pertandingan amal, jadi ya, tujuannya buat amal bukan nyari pemenang.. Iya kan iya dongs?

Tapi sih kalo Milan Glories disandinginnya sama timnas kita yang u-23 pasti hasil pertandingannya bakal beda.. Seenggaknya kecepatan larinya kita masih menang.. Lebih berimbanglah..

Ya udah sih ya yang penting hepi lah semua.. =))

Senaaaangg.. Berharap banget tim Ac Milan yang sekarang bisa dateng juga ke Indonesia.. Amin.. #kabulkandoabaimyaAllah

Wass

Kamis, 11 Agustus 2011

Kawula muda jaman sekarang..

Ass..

Ngacung aja lah siapa yang lagi kegandrungan acara-acara Korea? *Ikut ngacung
Nah itu, yang lagi digandrungi sama kebanyakan kawula muda jaman sekarang. Yaaah, yang ngga merasa ya ngga usah ngacung dari awal..

Jujur aja nih ya, ini emang berdasarkan pengalaman pribadi juga sih.. *pahit rasanya mengakuinya. Fenomena ini sebenarnya ngga bagus loh.. Banyak yang lebih suka film-film ataupun acara-acara Korea dibanding acara dari negeri sendiri.. *saya ngaku lagi* Setuju lah gw klo pada bilang film korea itu dirancang kebanyakan cuma 16 episode, jadi penonton ngga bosen juga nontonnya. Ngga kaya sinetron-sinetron kita yang bisa ampe banyak bener seasonnya, ampe ada season Ramadhannya segala.. Tapi tetep ya penonton kita mah, udah bilang bosen ama tuh sinetron, eh tetep aja ditonton ampe abis, mending tenang gitu nontonnya, lah ini sambil ngedumel, "Idih, ceritanya makin lebay aja deh, masa cewenya.. bla bla bla" Tapi tetep aja ditunggu kelanjutannya.

Nah, karena film Korea itu rata-rata cuma 16 episode dan udah gampang banget juga di download dimana-mana, jadilah kita para orang muda suka banget sama 'narkoba' ini. Ngga hanya orang muda, para ibu-ibu juga banyak kok yang demen, ampe bela-belain kaga tidur siang buat nonton di tipi siang-siang..

Kenapa taddi gw bilang kalo ini tuh narkoba? Soalnya bisa bikin ketagihan! Serius deh, bagi kalian yang nggak mau terperosok terlalu dalam ke dalam jurang ke-korea-an ini, mending jangan pernah nonton satu kalipun, soalnya bisa ketagihan. Susah berhenti. Jangan coba-coba nonton, down load, apalagi minta download-an temen, bisa dibikin ketagihan terus ntar.. *lagi-lagi pengalaman pribadi,hha

Yaaaahh, sebenarnya ngga penting juga sih ya gw nge posting beginian.. Haha. Awalnya gw cuma prihatin sama diri gw sendiri, kemudian gw prihatin sama temen-temen gw, sampai akhirnya gw prihatin sama kawula muda yang terjebak dalam lingkaran ke-korea-an ini..

Beeehh, sok prihatin banget deh gw,. *geleng-geleng

Wass



































Senin, 09 Mei 2011

SCUDETTO AC MILAN 2011 ....!!!

Ass..

Waaaaawww.. baca lagi ahh judulnya.. waaaaauuwww.. Kereenn! Gw lagi seneng banget karena kemaren Milan udah memastikan juara Liga Italia.. Kece.. Mantep.. Unbelieveble.. Incredible..

Setelah melalui perjalanan panjang dan berliku akhirnya tim pujaan gw dari kecil itu juara! Setelah terakhir dpt scudetto musim 2003/2004 kalo nggak salah..

FORZA MILAN,!!!



Beneran deh,.. perjuangan panjang banget buat dapet tittle juara itu.. Awal musim emang menang besar trus banyak yang yakin Milan bakal juara.. Tapi selanjutnya Milan sempet kececer di papan tengah, setelah itu berhasil naik ke papan atas, tapi malah kesingkir di Champion, nah, gara2 itu Milan jadi agak kepeleset dan makin diragukan. Tapi akhirnya setelah menang meyakinkan atas musuh bebuyutan Inter Milan, tim gw itu menang terus hingga akhirnya cuma butuh hasil imbang lawan Roma buat memastikan scudetto musim ini buat Milanisti.. Huaaaa... Mantep dehhhhh....

Oke, gw cuma mau berbagi kebahagiaan aja.. hhaa.. *Maaf kalo ada yang ngga bahagia,, hheee

Wass

Minggu, 01 Mei 2011

Cerbung: Hitam-Putih (1)

Ada yang menutup mataku dari belakang sewaktu aku sedang membaca buku di perpustakaan departemen, tapi aku langsung tau siapa yang melakukannya. Aku menyebut namanya dan ia langsung melepas tangannya dengan helaan sebal. Aku nyengir ketika ia duduk di sebelahku. Dia mengambil buku yang sedang aku tekuni dan membaca judul bukunya.

"'Sel tumbuhan'.. Ya ampun, mahasiswa sastra baca buku kaya ginian nyambung apa?" Ledeknya, Aku merampas buku itu dari tangannya. "Eh..eh.. Tunggu, aku juga mau baca.."

"Emang kenapa aku baca buku itu? Dilarang ya? Ini tugas dari dosen tau.."

"Iya.. iya.. aku nggak mau berdebat dengan Asni yang keras kepala.." Katanya sambil mencubit ujung hidungku. Aku pura-pura meringis kesakitan dan ia hanya tersenyum kecil.

######

Aku dan Dika sudah menjalin hunungan selama empat tahun. Waktu yang cukup lama untuk suatu saat harus dipisahkan. Karena sudah cukup lama itulah aku merasa sudah memahami,setidaknya, 95 % diri Dika. Itu menurutku. Tapi setelah petir itu datang di hari yang cerah, tiba-tiba aku merasa tidak memahaminya sama sekali.

Kala itu aku sedang makan di teras rumah ketika ia datang tanpa menghubungiku terlebih dahulu. Wjahanya pucat. Aku berdiri dan mebukakan gerbang untuknya dan menatap lurus ke arahnya dengan pandangan heran. Belum selesai keherananku, tiba-tiba saja ia memelukku. Sangat erat sampai aku sulit bernafas. Tapi aku tidak mengeluh. Aku relakan tubuhku berada dalam dekapannya yang ternyata sangat bergetar itu.

"Kamu kenapa,Ka? Sakit ya?" Tanyaku masih dalam pelukannya, dengan suara yang setengah tercekat menahan nafas. Tapi dia tidak menjawab, hanya terdiam dan tetap tidak mengendurkan pelukannya, seakan aku adalah patung yang tak bernyawa. Setelah menyadari aku kesakitan, akhirnya ia melepas pelukannya.

"Hmmmffss... Fuuiiihh... Leganyaaa.." Ujarku sambil mengatur nafas.

"Maaf.. Maaf" Katanya datar.

Aku menatapnya dengan bingung. "Kamu pasti lagi sakit. Masuk dulu yukk.." Ajakku sambil mengajaknya duduk di bangku teras. "Lagi sakit kenapa kesini? Mending istirahat aja, biar aku yang ke rumah kamu.." Aku duduk di sebelahnya. Dia hanya menatapku dengan raut yang sulit dimengerti."Dika, kamu kenapa? Kalo cuma diam,mending aku masuk aja ya.." Ancamku sebal.

Dia masih terdiam, tapi beberapa saat kemudian ia akhirnya membuka suara. "Kamu percaya kalau aku menyukai kamu dengan sepenuh hati?" Tanyanya. Aku menganggukan kepala walau aku sendiri masih tidak mengerti. "Kamu percaya kalau aku benar-benar sayang sama kamu melebihi apapun?"

"Ah, kalau yang satu itu sih, aku masih meraguk_____" Tiba-tiba kata-kataku dipotong cepat olehnya.

"Kita pisah aja.." Katanya pelan tapi terasa tajam di telingaku.. Aku seperti tertusuk jarum sangat tajam dan sangat panjang. Tenggorokanku kering hingga suarakupun tercekat. "Aku minta maaf. Tapi jangan pernah meragukan apa yang aku katakan tadi. Kamu harus selalu percaya padaku.."

"Ak.. Aku.. Dika.. Aku.." Aku tak bisa berkata apa-apa. Tak mengerti.

######

BERSAMBUNG...

Tulisan lama

Ass
Setelah ini gw bakal share di blog ini beberapa tulisan-tulisan lama gw..
Ya nggak bermaksud apa-apa.. cuma berbagi aja..
Jadi gn, gw kan nggak berani ngirim cerita gw ke penerbit, yaaah selain nggak berani gw juga nggak sempet ngurusnya, males, takut ribed. Jadi ya gw tulis disini aja..

Yang penting tujuannya sama, berbagi cerita.. Lagi pula yang baca blog ini pan gw doang, hhaa

Wass

Selasa, 26 April 2011

Karya kecil gw..

Ass
Haha.. ini masih hari yang sama ketika gw buat blog ini. Ya maklum aja gw kan ceritanya masih norak ngeblog, jadi pengen nulis semua hal selama gw masih mampu menulis.. hhe

Oh, sampe lupa, pan rencananya gw mau cerita tentang karya kecil yang gw bikin buat murid-murid gw sebagai kenang-kenangan. Buat murid NF gw yang pastinya nggak akan ketemu gw lagi setelah mereka lulus SD *semester ini gw ngajar anak SD* dan gw bermaksud memberikan mereka kenang-kenangan biar mereka seenggaknya mengingat gw sebagai salah satu pengajar mereka yang terkeren.. hhaa

Ini pemberian yang sangat kecil,, sangat sangat kecil, karena gw cuma buat tulisan penyemangat buat mereka UN nanti dan ada sedikit kata-kata dr gw.. Yaaah,, itu aja, tapi gw bikin sendiri loh.. Itu tulus dari hati gw untuk mereka *Oke, gw rasa yang ini mulai lebay


Hal biasa,, gw cuma mau bilang si ke mereka kalau mereka udah ngisi hari2 sibuk gw yang tak terlupakan.. *makin lebay kayanya

Gw sering sebel sama mereka tapi gw juga suka mereka.. ^^
Wass



Numpang:





Waaaahhh... finally..

Tunggu.. tungguu.. *ehem.. **kayanya kok norak ya?

Ass..
Karena diawali dengan kenoraan gw akhirnya dibikin juga blog ini, gw minta maaf.. Tapi emang bener wajar kalo gw norak karena udah lama gw pengen punya blog tapi ga sempet sempet buat bisa bikinnya.
Sebenarnya kemaren gw abis liat blognya adenya temen gw dan blognya senior gw dan gw makin kepikiran buat bikin blog sendiri buat tempat iseng gw aja kali aja gw kalo ngegalau jadi punya tempat dan nggak harus ngeganggu orang ngeliat galauan gw di fb atau twitter.. *sumpah gw jarang ngegalau di tempat umum kok

*ehem*
Yaaah,, kita akan lihat apa aja yang akan gw isi di blog gw yang *sumpah dan pasti* nggak penting banget ini.. Untuk lebih menunjukkan kenoraan gw *malu deh* gw akan bilang ke semua adik-adik gw *FYI gw punya adik 6 dan gw anak pertama -nggak penting sebenarnya-* kalau gw udah bikin blog dan mereka boleh baca, itu juga kalau mereka ngerti.. hhaa..

Ya udah.. udahan nulisnya.. *sebenarnya gw bingung gimana menutupnya,, *zzzzzz

-Gw jadi pengen menertawakan diri gw sendiri dehh..


_Sumpah tulisan ini norak banget..

Dadah..
Wass