Sabtu, 24 September 2011

Cerbung: Aku Belajar dari Kata Maaf (2)

"Lo lari cepet banget.. Gw kewalahan ngejar lo.." Ujar Galuh dengan senyum menghiasi wajahnya yang terlihat kelelahan. Indah baru akan berdiri, namun ternyata kakinya ngga mampu diajak bekerja lagi. Sepertinya ia memang berlari dengan cepat barusan. Lelah sekali.

"Buat apa lo ngejar gw?" Tanya Indah.
"Ada kata-kata yang belom gw terusin.." Jawab Galuh. Indah menatap lekat cowok itu. "Soal berita miring selama dua hari ini, sebenarnya gw ngga percaya.."

"Kenapa? Gw liat semua orang di sekolah percaya.." Ujar Indah lesu.
"Karena lo pasti bukan orang seperti itu!"

Indah kembali menundukkan kepalanya. Lagi-lagi air matanya bergulir perlahan. Galuh hanya menatap cewek dihadapannya itu dengan iba.

"Kenapa harus gw? Kenapa Tuhan milih gw untuk menanggung beban ini?" Indah tanpa sadar menumpahkan perasaannya. Tidak tau kenapa otaknya malah membimbingnya untuk menceritakan bebannya pada Galuh, cowok yang bahkan tidak dikenalnya. Perasaan yang selama ini hanya terbelenggu di dalam hatinya.

"Kenapa gw yang harus kehilangan orang tua yang sangat mencintai gw? Kenapa gw yang harus tinggal dengan orang tua angkat yang bahkan memperlakukanku seperti pembantu? Kenapa gw yang hidup sementara adik gw yang harus meninggal? Kenapa gw yang harus menerima perlakuan acuh dari semua orang yang gw kenal? Kenapa gw yang menerima fitnah keji yang bahkan membuat teman baik gw pun meragukan gw? Tuhaan.. Kenapa Indah??"

Galuh tidak tau harus berkata apa. Ia hanya mampu terdiam mendengar semua keluh kesah cewek dihadapannya itu. Keluhan yang jika diteliti kembali, tidak ada satupun kebahagiaan yang memeluk hidup Indah. Keluhan yang membuat cewek ini menguraikan air matanya.

"Kenapa lo ngerasa gw bukan cewek yang seperti diceritakan Reno?" Tanya Indah tiba-tiba, membuyarkan pikiran Galuh.

"Ahh.. Ng.. Mungkin mata lo yang menunjukkan elo itu seorang yang diliputi kesedihan dan mata lo juga memperlihatkan pada gw sosok yang hidup dengan kerja keras, bukan jalan pintas"

Indah mendongak menatap Galuh.

"Hapus air mata lo! Jangan sampai mata indah lo ternoda oleh kerapuhan lo, karena gw percaya kalo lo kuat" Ujar Galuh. Indah menurut dan menyeka air matanya dengan lengan kemejanya. "Lo mau bukti kalau lo kuat?" Tanya Galuh. Indah terdiam. "Karena pasti lo udah ngelewatin masa-masa itu dan sekarang? Lo masih disini.. Masih berjuang.."

"Makasih.. Makasih.."

"Gw Galuh.." Ujar Galuh. Indah mendongak, tersenyum dan menyebutkan namanya.
"Kembali ke sekolah?" Tawar Galuh ramah. Indah mengangguk, kemudian mereka sama-sama berdiri dan berjalan ke sekolah bersama.

*****

Dokter mengusap kepala Indah dan menenangkannya, karena sejak tadi Indah terus menangis di depan tubuh ibunya yang sudah terbaring tak bernyawa. Kini dokter meninggalkannnya, tinggalah Indah bersama tangisannya.

Malam itu orang tua Indah pergi bertiga dengan adik semata wayangnya yang baru berumur lima tahun untuk pergi mengunjungi suatu acara. Indah tidak ingin ikut. Sebelum pergi ayah dan ibunya mengecup kening Indah, dan yang jarang terjadi, mereka memeluknya dengan erat. Adiknya pun tak biasanya mengecup pipinya lembut. Tapi saat itu ia tidak merasakan feeling apa-apa.

Kejadian itu begitu kokoh terpatri di benaknya. Ketika ia ingin membereskan rumah, tiba-tiba frame foto keluarganya terjatuh, sebelum Indah sempat membereskannya, telepon berdering, dengan cepat ia mengangkatnya. Berita yang ia dengar di telepon begitu menghantamnya. Ternyata pelukan dan ciuman ayah, ibu, dan adiknya adalah pelukan dan ciuman terakhir dari mereka.

Mobil yang dikendarai ayah Indah mengalami kecelakaan, terserempet dengan mobil sedan. Untuk menghindari tabrakan, ayahnya terpaksa membanting stir ke kiri yang malah membuat mobil mereka menabrak pagar pembatas dan akhirnya terguling beberapa meter. Ketiganya tewas dalam perjalanan ke rumah sakit. Tapi, pengemudi sedan yang berbenturan itu sama sekali tidak celaka, hanya sebatas luka-luka ringan.

Kenyataan itulah yang membuat Indah sangat membenci pengemudi sedan itu. Mereka memang bertanggung jawab dengan membiayai semua pemakaman keluarga Indah, namun melihat mereka sehat wal'afiat karena ayahnya menghindari kecelakaan dengan mereka padahal mereka yang menyerempet mobil ayahnya, kebencian dalam dadanya tidak bisa ia sangkal.

Setelah itu, Indah diangkat anak oleh bude jauhnya, yang menjadi awal dari penderitaannya.

*****

"Terima kasih, pak.."

Amplop berisi sejumlah uang tepat di dalam genggamannya. Indah merasa sangat senang. Gaji ketiga yang ia terima. Dengan senyum merekah, ia melangkah keluar dari kafe tersebut. Sebelum pulang ia melanjutkan pekerjaannya agar lebih sempurna.

"Indah.."
"Galuh?"

Galuh berdiri dihadapannya. Indah tergagap, ia menyembunyikan benda yang dipegangnya di belakang tubuhnya. Tapi Galuh sudah mengamati Indah sejak tadi mulai bekerja, jadi ia tau benar apa yang disembunyikan Indah. Galuh tersenyum. Manis. Indah berbalik hendak pergi, tapi tangannya di cekal. Cepat, cewek itu menariknya.

"Ngga usah malu.. Gw bukan tipe orang yang membuat lo ngga enak kan?" Tanya Galuh
"Tapi.. Gw cuma cleaning service disini. Elo.. Nggak malu?"
"Nggak! Udah gw bilang kan, lo itu tipe orang yang hidup dari kerja keras bukan jalan pintas. Gw malah jadi tambah yakin. Ternyata dugaan gw bener dan komentar anak-anak cuma sekedar bohong belaka. Lanjutin aja.. Atau mau gw bantu?"

"Ngga.. Nggak usah.. Lo tunggu di luar aja.."
Lalu Indah melanjutkan pekerjaannya. Mengepel seluruh lantai di kafe itu dan mengelap seluruh meja disana. Setelah selesai, ia menghampiri cowok yang menunggunya di luar.

"Tau dari mana gw kerja disini?" Tanya Indah penasaran.
"Kabar santer di sekolah. Sebenernya gw cuma iseng aja lewat deket-deket sini dan gw inget nama kafe tempat lo kerja, jadi sekalian aja gw kesini. Siapa tau kita bisa ngobrol-ngobrol. Mau?"

Akhirnya Galuh mengajak Indah ke sebuah restoran cepat saji. Disana Indah mendengar cerita-cerita Galuh yang ternyata sangat mangasikkan. Sesekali mereka tertawa bersama. Tak terasa Indah malah nyaman mengobrol bersama dengan cowok yang baru jadi temannya itu.

"Orang tua dan adik gw kecelakaan setelah menghindari mobil lain. Mereka meninggal." Indah menceritakan kisah keluarganya. Sebenarnya ia paling ngga suka mengungkit cerita itu, namun Galuh telah membuatnya memiliki seorang teman yang dapat dipercaya.

"Mobil lain?"

"Iya.. Pengemudi sedan. Mereka cuma luka ringan. Beruntung sekali ya mereka? Ngga seperti orang tua gw, mau menghindari tabrakan, malah menabrak papan terbatas, sampai terguling ke depan. Kalo inget pengemudi sedan itu, selalu buat gw pengen nangis aja tau ngga, dengan keajaiban yang didapati mereka.."

Galuh membisu. Selalu, kalau mendengar cerita tentang orang tua Indah. Sejak pertemuan pertamanya waktu itu, mereka jadi teman akrab.

"Eh, untunglah teman-teman ngga seramai dulu ngomongin gw lagi.." Indah mengalihkan pembicaran, yang membuat Galuh tersentak dari lamunannya. " Gw jadi lega.."

"Kenapa lo ngga cerita aja tentang fakta yang sebenarnya?"

"Nggak! Ini rahasia, Galuh. Ngga boleh ada yang tau kalau gw bekerja sebagai cleaning service.. Gw malu.. Gw malu pada mereka.." Sergah Indah panik.

"Malu? Emang cleaning service itu pekerjaan hina? Pilih mana lo dibicarain orang karena lo kerja sebagai cleaning service apa sebagai penjual diri?"

Indah terdiam. Tidak ingin menjawab.

*****

BERSAMBUNG...

0 komentar:

Posting Komentar