Indonesia punya Malang. Malang punya Gunung Semeru..

Pemandangan Danau Ranukumbolo dilihat dari atas Tanjakan Cinta.

Indonesia punya Garut. Garut punya Gunung Papandayan..

Papandayan itu kaya. Ada hutan mati. Ada Tegal Alun, kebunnya bunga Edelweis.

Indonesia punya Jogjakarta. Jogjakarta punya Goa Pindul

Di ujung Goa Pindul, sambil cavetubbing kita akan bertemu kubah terang Goa..

Indonesia punya Lombok. Lombok punya Tanjung Aan..

Naik ke bukit di Tanjung Aan dan lihatlah sekeliling dari atas sana.

Sabtu, 10 Desember 2011

Cerbung: Kakakku, Kesendirianku.. (2)

Hari ini aku pulang cepat dari sekolah. Guru-guru mau rapat. Begitu sampai rumah, aku melihat kakak baru selesai mencuci piring. Ya ampun, tumben banget kakak di rumah jam segini.. Masa dia tidak kerja?

Aku melewatinya tanpa suara, tapi tiba-tiba dia duluan yang menyapaku.

“Kok pulang jam segini?” Tanyanya.
“Guru-guru rapat, jadi murid dipulangin.” Jawabku pendek sambil menuang air minum.

“Ohh.. Ganti baju gih..”

Aku mengangguk dan meliriknya. “Ka Rima ngga kerja?” Tanyaku sedatar mungkin.

“Bukan urusan kamu..” Jawabnya tidak kalah datar lalu langsung masuk ke dalam kamarnya. Aku menatap pintu kamarnya dengan pedih. Bukan urusan aku? Memangnya kau ini siapanya? Tetangganya?

Terdengar suara musik cukup keras dari dalam kamar kakak. Hal yang biasa ia lakukan ketika pulang kerja. Tuh.. Bagaimana orang ngga kesel coba.. Malam-malam kakak suka nyalain musik kenceng-kenceng dan kalau diprotes, ia akan bilang kalau musik bisa menghilangkan kelelahannya. Huhhh..

# # # # #

Ibu bilang kakak dipecat dari pekerjaannya. Kakak tadinya bekerja di suatu perusahaan yang memproduksi biskuit dan makanan ringan. Setiap awal bulan kakak biasa membawa berbagai hasil produksi mereka. Aku tidak tau tepatnya pekerjaan apa yang kakak kerjakan, namun mendengar bahwa kakak dipecat dari pekerjaannya karena perusahaannya sedang mengurangi pegawai, aku tidak tau harus senang atau sedih.

Ibu menyuruhku mengantar air jeruk hangat untuk kakak, jadi dengan enggan aku melaksanakannya. Aku mengetuk pintu kamar kak Rima.

“Siapa?” Tanyanya. Suaranya terdengar serak. Ah, pasti kakak banyak menyanyi dengan keras di dalam diiringi musik yang dinyalakannya keras-keras.

“Ini air jeruk dari ibu..” Jawabku
“Taro aja di pintu..”

Aku mengikuti instruksinya, tapi aku tidak langsung beranjak pergi. Kupikir sepatah dua patah kata harus kuucapkan untuk sedikit menghibur kak Rima. Sebenarnya itu disuruh oleh ibuku. Aku tidak tau mau mengatakan apa, jadi aku baru memikirkannya sekarang.

Tiba-tiba pintu kamar kakak terbuka. Aku mendongak dan melihat wajah kak Rima pucat. Sepucat mayat dan matanya kuyu. Aku menatapnya dnegan kaget dan ia juga terlihat tak kalah kaget, sampai langsung menutup pintu dengan keras. Beberapa saat aku terhenyak. Tak mampu bergerak.

Begitu sadar, aku mengetuk-ngetuk pintu dengan keras. “Kakaaak..Kak Rima keluar,kak..Kakak kenapa? Kakaaaak..” Seruku dengan kencang. Tapi kak Rima tidak juga membuka pintu kamarnya. “Kak Rimaaa.. Kakaaak..!!”

Ibu tergopoh menghampiriku dan bertanya ada apa. Aku tak mampu menjawab hanya air mata yang bisa kukeluarkan, Ibu ikut mengetuk pintu kamar kakak, namun sama, tidak ada jawaban. Akhirnya ibu memanggil seseorang, sementara aku terjongkok menangis. Bayangan wajah pucat kakak yang menyakitkan barusan terekam jelas di pikiranku.

Ibu datang bersama Pak Samin, tetangga sebelah. Pak Samin mendobrak pintu kamar kakak dan pemandangan di dalam membuatku membatu tak percaya.

# # # # #

Senin, 05 Desember 2011

Cerbung: Kakakku, Kesendirianku.. (1)

Aku benci kakakku. Bayangkan saja, ia bekerja dari pagi sampai malam dan hanya pulang untuk tidur saja. Tidak pernah membantu pekerjaan rumah sedikitpun. Bahkan di hari minggu ia pun bekerja. Tidak hanya itu, setiap ia pulang ke rumah pada malam hari, selalu saja menyuruhku membuatkan ini dan itu, terkadang malah menyuruhku membelikan sesuatu di warung padahal saat itu sudah hampir tengah malam dan aku harus mencari-cari warung yang masih buka.

Sebenarnya bukan hal-hal kecil itu yang membuatku membenci kak Rima. Itu semua hal yang sepele. Aku merasa tidak punya kakak, karena kak Rima tidak pernah ada bersamaku. Yang ada di pikirannya hanya bekerja, bekerja, dan bekerja. Ketika di rumah ia tidak repot-repot berusaha mengobrol dengan adik semata wayangnya ini.

Bukan dia saja yang capek, aku juga capek. Sekolah dari pagi sampai sore setelah itu membantu pekerjaan rumah dan menyelesaikan semuanya sendirian. Ibuku juga bekerja, jadi biasanya ia meminta tolong kepadaku. Aku sih tidak keberatan pada ibuku. Ibuku sudah tua, namun masih sanggup berusaha mencari nafkah untuk keluarga kami yang sudah ditinggalkan ayah sejak tiga tahun lalu.

Seperti kataku tadi, bukan hanya dia saja yang lelah, setidaknya ia harus bisa memahami perasaanku. Kami hanya tinggal bertiga, tapi kakak seperti sengaja menghindari kami selama dua tahun belakangan. Aku sendirian, padahal aku sangat membutuhkannya.

# # # # #

Aku membukakan pintu. Kak Rima masuk. Aku melirik jam dinding dan melihat waktu menunjukka pukul setengah delapan. Tumben sekali kakak sudah sampai rumah jam segini.

Seperti biasa, ia langsung masuk ke dalam kamarnya. Setelah beberapa saat, aku meraih tugas fisikaku dan bergegas menghampiri kamarnya dan masuk. Aku melihatnya sedang tiduran di kasur.

“Kak, aku ada PR fisika, tentang cahaya. Ini aku ngga nger—“
“Kakak capek, kamu keluar aja..”

Aku menatap kakakku yang langsung membalikkan badan ke samping, membelakangiku.

“Kamu keluar cepat! Tutup pintunya!” Serunya mengagetkanku. Tanpa sadar air mataku mengalir. Beberapa detik aku hanya menatap punggungnya dengan sakit hati.

“Aku kaya ngga punya kakak!” Tukasku sebelum berjalan keluar dan membanting pintu kamarnya. Begitu keluar dari kamarnya aku menghampiri meja belajarku dan membanting buku pelajaranku. Tiba-tiba ada yang menyentuh pundakku dengan lembut. Ibuku.

“Bertengkar dengan kakakmu?” Tanya ibu. Aku hanya terdiam. “Pahami aja, kakakmu mungkin lelah sekali bekerja, jadi dia ngga bisa bantuin kamu..”

“Wah, aku juga capek bu denger tiap hari kakak capek bekerja. Setiap hari, bu! Setiap hari! Aku berasa ngga punya kakak, kak Rima selalu cari cara buat ngehindarin aku. Pasti kakak sangat membenciku karena aku yang menyebabkan ayah meninggal..”

“Hush.. Pikiran macam apa itu!! Bukan kamu yang menyebabkan ayahmu pergi, tapi Tuhan yang lebih sayang pada ayahmu..”

“Semua orang juga tau kalau aku yang boncengin ayah naik motor saat itu dan aku yang menyebabkan kecelakaan hingga ayah.. ayah pergi..”

“Bukan kamu yang menginginkan kecelakaan itu..”

“Pasti kakak sangat membenciku..” Tegasku dengan yakin. “Ayah sangat menyayangi kakak. Melebihi segalanya. Kakak itu kebanggan ayah, begitu juga sebaliknya..”

“Ayah juga menyayangimu, kamu juga kebanggaannya, Nina..” Potong ibu. Aku menghela nafas. Bergumam dalam hati. Ayah itu segalanya bagi kak Rima. Ibu juga tau itu. Pantas aku dibencinya. Adik yang membunuh ayah yang dicintainya. Air mataku kembali menetas. Kenapa aku tidak ikut pergi saja bersama ayah?

# # # # #