Kamis, 03 Mei 2012

Semi Novel : BAB III (Part 1) -> Daerah Hitam yang Benar-Benar Hitam

BAB III

Sebelum sampai ke rumahnya, Djenas sempat bertemu dulu dengan Jarwo, ‘calo’ yang membeli barang-barang hasil curian. Ia ‘calo’ yang trekenal ‘baik hati’ di daerah tempat Djenas tinggal, daerah hitam. Maksudnya daerah tempat orang-orang mencari nafkah dari uang yang tidak halal. Biasanya barang-barang jarahan itu diserahkan ke Jarwo untuk dibelinya dengan harga yang cukup lumayan bagi mereka, walau sebenarnya jika dijual resmi plus surat-surat lengkap, pasti bisa mendapat harga 10x lipat. Yaah.. Memang begitulah nasib barang-barang haram.

Cukup banyak juga uang yang Djenas terima. 10 juta. Ternyata menurut Jarwo, permata-permata yang dicurinya bernilai sangat tinggi, namun karena cuma curian, Jarwo hanya menghargainya 10 juta. Padahal dari banyaknya permata yang dibawanya, harganya bisa mencapai puluahan bahkan ratusan juta.

Tetapi uang yang diterima Djenas hanya 8 juta karena ia pernah berhutang 2 juta pada Jarwo. Sebenarnya sih hutangnya hanya 1 juta, tapi soal bunga sudah jadi barang umum buat Jarwo. Itu saja dikasih bunga 2x lipat sudah cukup beruntung untuk Djenas yang notabene berteman cukup baik dengan Jarwo. Tapi, pertemanan tidak menadikan Jarwo membebaskan Djenas dari bunga. Dunia memang sudah kejam jika menyangkut uang.

Sebelum pergi, Djenas dapat melihat seringai Jarwo. Pastilah temannya itu merasa untung sekali bertransaksi dengan dirinya. Ah.. Andai dirinya bisa seperti Jarwo, punya jaringan di kantor polisi pusat, sehingga ia dengan mudah dapat bertransaksi barang-barang curian yang dibelinya dengan harga yang berkali-kali lipat dari harga yang ia keluarkan. Ia pun sebenarnya seorang intel polisi, makanya ia berani jadi ‘calo’ di tempat Djenas tinggal. Simbiosis mutualisme. Hubungan antara Jarwo dan daerah hitam saling menguntungkan, meski lebih berat sebelah ke Jarwo.

Sebagai intel polisi, Jarwo berani sesumbar, dia ngga akan membongkar jalur perjudian, narkoba, dan pencurian di daerah hitam, asal mereka juga mau bekerja sama. Maka, jadilah pertalian saling menguntungkan ini. Kalau tidak ada Jarwo, Djenas dan kawan-kawan tidak tau cara cepat menjual barang curiannya. Mereka memang pandai merampok, namun tak cukup pandai bertransaksi.

Di tengah perjalanan menuju rumahnya, ia bertemu sekelompok bandit-bandit berbadan kekar. Daripada ia yang dihalangi lebih dulu, ia berinisiatif menghampiri mereka duluan. Djenas sangat mengenal orang-orang ini. Mereka adalah anak buah Bento, si jago judi di daerahnya.

“Hoi, elo, Nas. Ngapain mampir-mampir nih?” Salah satu lelaki bertubuh kekar dengan lengan penuh tattoo bergambar ular, menghampiri dan merangkulnya.

“Gw.. Gw mau bayar utang.. bokap gw..” Dengan terbata-bata Djenas menatap sekelilingnya. Bedhul, si tattoo ular tadi
menatap teman-temannya kemudian tertawa bersama yang lain. “ Iya bener, gw mau bayar utang bokap gw ke Bento..” Lanjut Djenas.

Ayah Djenas sering bermain judi. Awalnya sih cuma iseng sewaktu ia sedang butuh uang. Di awal ‘karir’ berjudinya, ia selalu menang, walau tidak banyak. Lama kelamaan ia malah jadi kecanduan dan sialnya ia terus menerus kalah judi dari Bento sejak ia kecanduan. Hutangnya saja sudah mencapai 15 juta! Dan yang kena imbas membayarnya tentu saja Djenas sebagai anak lelaki tertua.

“Mana duit lo?” Bedhul menyodorkan tangan dengan paksa. Dengan gemetar, Djenas mengeluarkan uang 6 juta dari kantong jaketnya. Ia sengaja meninggalkan sisa 2 juta miliknya di dekat pohon salak depan jalan, ia kubur dengan hati-hati, agar Bedhul dan kawan-kawan tidak memaksa meminta semua uangnya jika tau Djenas memiliki uang lebih dari 6 juta.

“Cuma segini?” Tanya Bedhul mengerutkan kening. Ia menghadap ke teman-temannya. “6 juta, meeen!! Hahaaa..” Kemudian ia menoleh kembali ke Djenas dan mencengkeram dagu lelaki itu. “Ini belom ada setengah dari utang lo ke bos gw, kunyuk!!” Teriaknya tepat di depan wajah Djenas. Ia dapat bonus hujan local dari Bedhul.

“Gw cuma ada segitu. Gw pasti bayar sisanya.. Secepatnya..”

“Oke!” Bedhul melepaskan Djenas. Djenas sempat kaget dan heran dengan sikap Bedhul yang cepat sekali melepaskan dirinya, biasanya selalu diikuti dengan tonjokan-tonjokan atau keroyokan. “Lo boleh pergi, toh bos gw udah cukup untung..”

“Maksudnya apa?” Tanya Djenas curiga.

“Bukan urusan lo!! Pergi lo, atau gw jadiin perkedel sekarang juga!!” Teriak Bedhul diiringi sorakan dan tawa dari teman-temannya. Tanpa pikir panjang, Djenas langsung pergi. Ia kembali lagi ke depan jalan untuk mengambil sisa uangnya dan berjalan pulang ke rumah.

Seharusnya ia bisa melangkah dengan riang karena ia tidak jadi dikeroyok oleh anak buah Bento dan juga karena ia masih ada 2 juta untuk membeli keperluan adik semata wayangnya yang masih duduk di bangku SMP kelas dua. Tapi entah kenapa, perasaanya jadi tidak enak setelah mendengar kata-kata Bedhul tadi. Entah kenapa langkahnya terasa berat.

# # # # #

(Bersambung ke Bab III Part 2)


Silahkan dibaca cerita sebelumnya:

BAB I: BAB I -> Kebosanan ini bisa membunuhku..

BAB II part 1: BAB II (Part 1) -> Untuk sukses butuh keberuntungan, pun dalam hal pembobolan toko perhiasan..


BAB II part 2: BAB II (Part 2) -> Untuk sukses butuh keberuntungan, pun dalam hal pembobolan toko perhiasan..

0 komentar:

Posting Komentar