Rabu, 25 Januari 2012

Semi Novel : BAB II (Part 2) -> Untuk sukses butuh keberuntungan, pun dalam hal pembobolan toko perhiasan..

BAB II (Part 2)

Dengan lega, Djenas mengelap peluh di keningnya. Kucing sial. Kenapa ia harus memakan tikus buruannya di sebelah toko yang hari ini mau kubobol?

Setelah memastikan etalase sudah tak terkunci lagi, Djenas melepas salah satu kunci bertuliskan ‘pintu’ dan mengantonginya di dalam saku jaketnya. Ternyata, dewi fortuna memang sedang memihak padanya, kunci bertuliskan ‘pintu’ ada dua dan sepertinya itu kunci yang sama dengan yang diambilnya. Jadi, setelah selesai mengunci pintu,tugas pegawai wanita itu selesai dan Djenas berharap ia ngga akan sadar kalau kunci yang satunya telah hilang. Hari ini banyak sekali keberuntungan yang ia dapat, tidak seperti perampokan-perampokan sebelumnya yang harus dengan susah payah, bahkan pernah sampai berakhir di penjara selama dua tahun.

Sebelum si pegawai datang, ia buru-buru masuk kembali ke dalam lemari dan bersiap melakukan aksinya tengah malam nanti. Tak lama, terdengar suara langkah seseorang masuk. Si pegawai itu datang sambil berbicara dengan seseorang. Kedengerannya sedang menerima telepon.

“Gw cepet deh, gw cepet. Lo tetep tunggu depan jalan ya.. Awas lo ninggal!__ Iya, cepet kok, gw tinggal ngunci pintu aja, semuanya udah beres.. Iya, siip.. Daah..”

Terdengar si pegawai mengunci pintu masuk yang terbuat dari kaca. Untungnya Djenas sudah mengambil kunci pintu itu, kalau ngga, ia akan terpaksa memecahkan pintu masuk dan menyebabkan suara alarm yang akan membahana di sekeliling area pertokoan ini. Setelah itu, ia akan kabur tanpa sempat satpam melihat keberadaannya. Itu memang rencana awalnya, tapi kini ia punya recana yang lebih baik. Jauh lebih baik.

Ia masih belum keluar dari lemarinya, karena ia masih mendengar suara orang-orang mengobrol di luar sana. Ia hafal benar pegawai-pegawai di toko sekitar suka bermain kartu sambil ngopi sampai tengah malam. Paling malam jam satu. Selewat dari jam itu, daerah ini akan benar-benar sunyi senyap. Yang tertinggal hanya dua orang satpam yang berjaga di pos yang terletak beberapa blok dari toko yang dimasukinya sekarang. Kedua satpam itu juga lebih sering tidur daripada menjalankan tugasnya. Djenas memang sudah benar-benar mengawasi toko ini sejak lama. Hari ini ia yakin, setelah ia pergi, kedua satpam itu akan kehilangan pekerjaannya. Dan mungkin juga, nasib yang sama akan menimpa pegawai wanita yang barusan pergi.

Beberapa jam kemudian ia keluar dari lemari dan mendekatkan telinganya ke pintu. Sudah tak ada suara apapun dari luar. Jam dinding juga sudah menunjukan pukul dua pagi. Ia yakin, semua orang sudah pergi.

Dengan cekatan ia membuka pintu etalase dan meraih perhiasan-perhiasan mahal di dalamnya. Dan memasukkannya ke dalam kantung kain yang sudah ia persiapkan. Ia mengambil sebanyak yang bisa ia ambil, secukup besar kantungnya, tidak terlalu penuh agar dapat disembunyikan di dalam kantung jaketnya.

Sebelum membuka pintu, ia mengintip keluar, memang jalan di sekitarnya sudah sangat lengang. Pelan-pelan ia memasukkan kunci dan memutarnya dalam kenop pintu. Terbuka!

Setelah memastikan keadaan aman, ia berjalan cepat, terlalu riskan untuk berlari, takut satpam menyadari keberadaannya. Setelah dirasa cukup jauh dari pos satpam,barulah Djenas berlari menjauhi daerah pertokoan yang barusan ditinggalkannya. Di depan pasar, ia melihat ada sebuah mobil bak terbuka yang mengangkut banyak sayur-sayuran. Setengah jam kemudian ia sampai di pasar tradisional yang lain. Cepat-cepat ia turun dan membaur dengan pedagang sayur yang tiap pagi-pagi sekali sudah hiruk pikuk di pasar.

Dan kini, sampailah ia disini. Di daerah yang sebenarnya ia tidak terlalu awam. Daerah yang cukup asing untuknya. Orang pertama yang ia lihat adalah seorang anak remaja, kira-kira berumur tujuh belas tahunan yang kelihatannya sangat tertarik pada dirinya. Dari tadi bocah itu terus saja mengamatinya.

Djenas melepas sarung tangan yang seharian dipakainya, dengan tujuan agar ia tidak meninggalkan sidik jari disana. Ia bisa langsung tertangkap jika sidik jarinya ketahuan. Karena sidik jari itu sudah tersimpan aman di dalam basis data kepolisian.

Dia balas menatap remaja laki-laki itu. Spontan, remaja itu memalingkan wajahnya, mungkin karena malu ketahuan. Beberapa saat kemudian giliran Djenas yang menatap remaja itu. Ia seperti sudah lama mengenal orang itu. Wajah laki-laki yang cukup tampan itu seperti sudah tak asing lagi baginya.

“Oh, Tuhan kan menciptakan tujuh orang yang punya wajah yang mirip. Mungkin gw kenal dengan salah satu dari enam orang yang mirip dengan bocah itu. Sudahlah..” Gumamnya akhirnya.

Setelah itu, ia merasa diperhatikan lagi oleh remaja itu. Dia berfikir apa mungkin anak itu tau bahwa ia barusan berhasil mencuri perhiasan dengan sukses?

Tapi kemudian remaja laki-laki itu pergi berbalik badan. Untung saja ia sedang senang, jika tidak, bisa-bisa ia mengamuk pada bocah remaja itu. Ia paling tidak suka diamat-amati.

Yang harus dilakukannya sekarang adalah mencari jalan untuk pulang ke rumahnya, menjual hasil curiannya, menggunakan uangnya untuk membelikan seragam baru untuk adik tercintanya, dan yang pasti.. membayar hutang-hutang judi ayahnya yang sudah menumpuk.

O O O O O

(Bersambung ke BAB III)


Silahkan dibaca cerita sebelumnya:

BAB I: BAB I -> Kebosanan ini bisa membunuhku..

BAB II part 1: BAB II (Part 1) -> Untuk sukses butuh keberuntungan, pun dalam hal pembobolan toko perhiasan..

1 komentar: